Pendirian Perseroan Terbatas
Dalam praktek sangat banyak kita jumpai
perusahaan berbentuk perusahaan terbatas. Bahkan, berbisnis dengan membentuk
perseroan terbatas ini, terutama untuk bisnis yang serius atau bisnis besar,
merupakan model berbisnis yang paling lazim dilakukan, sehingga dapat
dipastikan bahwa jumlah dari perseroan terbatas di Indonesia jauh melebihi
jumlah bentuk bisnis lain, seperti Firma, Perusahaan Komanditer, Koperasi dan
lain – lain.
Apa Yang dimaksud
dengan Perseroan Terbatas ?
Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi dalam
persyaratan yang ditetapkan dalam UU. Disamping itu, ada juga yang memberikan
arti Perseroan Terbatas sebagai suatu asosiasi pemegang saham (atau bahkan
seorang pemegang saham jika dimungkinkan untuk itu oleh hukum di Negara
tertentu) yang diciptakan oleh hukum dan diberlakukan sebagai manusia semu oleh pengadilan, yang merupakan badan hukum
karenanya sama sekali terpisah dengan orang – orang yang mendirikannya, dengan
mempunyai kapasitas untuk bereksistensi yang terus – menerus, dan sebagai suatu
badan hukum, perseroan terbatas berwenang untuk menerima, memegang dan
mengalihkan harta kekayaan, menggugat atau digugat, dan melaksanakan kewenangan
– kewenangan lainnya yang diberikan. Lihat definisi Perseroan Terbatas adalah:
· Suatu
manusia semu atau badan hukum yang diciptakan oleh hukum, yang dapat saja
sesuai hukum setempat hanya terdiri dari 1 (satu) orang anggota saja beserta
para ahli warisnya, tetapi yang lebih lazim terdiri dari sekelompok individu sebagai
anggota, yang oleh badan hukum tersebut dipandang terpisah dari para anggotanya
dimana keberadaannya tetap eksis terlepas dari bergantinya para anggota, badan
hukum mana dapat berdiri untuk waktu yang tidak terbatas sesuai hukum setempat,
atau berdiri untuk jangka waktu tertentu, dan dapat melakukan kegiatan sendiri
untuk kepentingan bersama dari anggota, kegiatan mana berada dalam ruang
lingkup yang ditentukan oleh hukum yang berlaku.
· Suatu
manusia semu yang diciptakan oleh hukum dari baik 1 (satu) orang anggota (jika
hukum memungkinkan untuk itu), yakni disebut dengan perusahaan 1 (satu) orang
maupun yang terdiri dari sekumpulan atau beberapa orang anggota, yakni yang
disebut dengan perusahaan banyak orang.
· Suatu
badan intelektual yang diciptakan oleh hukum, yang terdiri dari beberapa orang
individu, yang bernaung di bawah 1 (satu) nama bersama, dimana perseroan
terbatas tersebut sebagai badan intelektual tetap sama dan eksis meskipun para
anggotanya sering berubah – ubah.
Ada 15 (lima belas) elemen yuridis dari suatu
perseroan terbatas yaitu::
§ Dasarnya adalah perjanjian
§ Adanya para pendiri
§ Pendiri/pemegang
saham bernaung dibawah suatu nama bersama
§ Merupakan asosiasi
dari pemegang saham atau hanya seorang pemegang saham
§ Merupakan badan hukum
atau manusia semu atau badan intelektual
§ Diciptakan oleh hukum
§ Mempunyai kegiatan
usaha
§ Berwenang melakukan
kegiatannya sendiri
§ Kegiatannya termasuk
dalam ruang lingkup yang ditentukan oleh perundang – undangan yang berlaku
§ Adanya modal dasar (
dan juga modal ditempatkan dan modal setor)
§ Modal perseroan dibagi ke dalam saham – saham
§ Eksistensinya terus berlangsung, meskipun
pemegang sahamnya silih berganti.
Maksud Dan Tujuan
Perseroan Terbatas
Pasal 2 UUPT 2007,
mengatakan: Perseoran harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang – undangan,
ketertiban umum, dan atau kesusilaan. Berdasarkan ketentuan ini, setiap
perseroan harus mempunyai “maksud dan tujuan” serta kegiatan usaha” yang jelas
dan tegas Dalam pengkajian hukum, disebut “klausul objek” Perseroan yang tidak
mencantumkan dengan jelas dan tegas apa maksud dan tujuan serta Kegiatan
usahanya, dianggap “ cacat hukum” (legal defect), sehingga keberadaannya
“tidak valid” (invalidate). Pencantuman maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha dalam AD, dilakukan bersamaan pada saat pembuatan akta pendirian. Hal itu
sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UUPT 2007 yang menggariskan, Akta
Pendirian memuat AD dan keterangan lain yang berhubungan dengan perseroan,
jadi, Penempatan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha dalam AD, bersifat “imperative”.
Lebih lanjut sifat imperaktif tersebut, dikemukakan pada pasal 9 ayat1 huruf c.
yang menyatakan, untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai “Pengesahan” badan
hukum Perseroan, Perseroan harus mengajukan permohonan kepada menteri dengan
mengisi “formulir” isian yang memuat sekurang – kurangnya : Nama dan tempat
kedudukan Perseroan, b. Jangka waktu berdirinya Perseroan, maksud dan tujuan
serta kegiatan usaha perseroan
Pencantuman Maksud dan tujuan serta kegiatan
usaha dalam AD perseroan, memegang peranan “fungsi prinsipil” (principle
function). Dikatakan memegang peranan fungsi prinsipil karena pencantuman
itu dalam AD, merupakan “landasan hukum” (legal foundation)” bagi
“Pengurus” Perseroan, dalam hal ini Direksi dalam melaksanakan pengurusan dan
pengelolaan kegiatan usaha Perseroan, sehingga pada setiap transaksi atau
kontrak yang mereka melakukan “tidak menyimpang” atau keluar maupun “melampaui”
dari maksud dan tujuan, serta kegiatan yang ditentukan dalam AD. Selain itu,
tujuan utama dari pencantuman maksud dan tujuan serta kegiatan usaha dalam AD,
antara lain:
§
Untuk
“melindungi” pemegang saham investor dalam Perseroan. Pemegang saham yang
menanamkan modalnya atau uangnya dengan cara membeli saham Perseroan, berhak
mengetahui untuk apa uang yang diinvestasikan itu dipergunakan.
§
Dengan
mengetahui maksud dan tujuan serta kegiatan usaha pemegang saham sebagai
investor akan yakin, pengurus perseroan yakni Direksi, tidak akan melakukan
kontrak atau transaksi maupun tindakan yang bersifat “spekulatif“ mengadu
untung di luar tujuan yang disebut AD.
§
Direksi
tidak melakukan transaksi yang berada di luar “Kapasitas” maksud dan tujuan
serta kegiatan usaha yang disebut dalam AD yang bersifat Ultra Vires.
Dengan demikian,
maksud dan tujuan itu merupakan landasan bagi Direksi mengadakan kontrak dan
transaksi bisnis. Serta sekaligus menjadi dasar menetukan batasan kewenangan
Direksi kegiatan usaha. Apabila Direksi melakukan tindakan pengurusan diluar
batas yang ditentukan dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, dikategori
melakukan ultra vires. Dalam kasus yang demikian memberi hak bagi
pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan
negeri, apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang “tidak adil” dan “
tanpa alas an yang wajar” sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi dan/atau Dewan
Komisaris.
Pencantuman dan perumusan maksud dan tujuan
serta kegiatan usaha yangterlampau luas dan fleksibel atau lentur, pada
dasarnya mengandung “untung” dan “rugi”:
§ “Keuntungannya
menurut H.M.N Purwosutjipto,S.H, apabila dibelakang hari Perseroan hendak
mengubah objek kegiatan usahanya, tidak perlu mengubah AD. Oleh karena itu,
beliau berpendapat, sebaiknya tujuan Perseroan dirumuskan secara luas, sehingga
tidak perlu setiap kali mengubah AD”
§ “Tetapi mungkin juga
ada kerugiannya sebab pencantuman tujuan dengan rumusan yang luas, dapat
menimbulkan efek. Perumusan tujuan yang luas, memberi kekuasaan “diskresi yang
luas” (broad discreation) kepada Direksi kepada atau manajer melakukan
aktivitas bisnis. Akibatnya, “sulit mengontrol” Apakah kegiatan itu telah
mengandung Ultra Vires. Atau dengan kata lain, perumusan dengan tujuan
yang luas, mengakibatkan dan memberikan kekuasaan Direksi yang luas kepada
Direksi, sehingga menimbulkan kesulitan untuk mengawasi apakah tindakan Direksi
itu telah berada di luar batas maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
perseroan”.
Klasifikasi Perseroan
Terbuka
Mengenai Klasifikasi Perseroan Terbuka yang
diatur dalam UUPT 2007, tersurat dan tersirat pada Pasal 1 ayat 7dan Pasal 1
ayat 8, Berdasar ketentuan pasal dimaksud, Klasifikasi Perseroan Terbuka, dapat
dijelaskan dalam uraian di bawah ini:
a.
Perseroan Publik terdapat pada pasal 1
ayat (8) UUPT 2007, yang berbunyi Perseroan Publik adalah perseroan yang telah
memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan
ketentuan peraturan. Rujukan peraturan perundang – undangan yang dimaksud Pasal
1 angka 8 UUPT 2007 adalah UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) dalam
hal ini Pasal 1 ayat 22. Perseroan publik, harus memenuhi kriteria berikut:
1.
Saham
Perseroan yang bersangkutan, telah dimiliki sekurang – kurangnya, 300 (tiga
ratus) pemegang saham,
2.
Memiliki
modal disetor (paid up capital) sekurang - kurangnya Rp. 3.000.000.000,-
(tiga miliar rupiah),
3.
Atau
suatu jumlah pemegang saham dengan jumlah modal disetor yang ditetapkan oleh
Peraturan Pemerintah. Faktor yang disebut di ataslah yang menjadi landasan
hukum menentukan kriteria suatu Perseroan menjadi Perseroan publik. Apabila
pemegang sahamnya telah mencapai 300 (tiga ratus) orang, dan modal disertai
mencapai Rp3.000.000.000,- Perseroan tersebut telah memenuhi kriteria sebagai
Perseroan publik.
b.
Perseroan Terbuka
Klasifikasi Perseroan
Terbuka ( Perseroan Tbk), sebagaimana yang dinyatakan pada pasal 1 ayat (7)
UUPT 2007, yang berbunyi : Perseroan Terbuka adalah Perseroan publik atau
Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan di bidang pasar modal. Jadi yang dimaksud dengan
Perseroan Tbk menurut pasal 1 ayat 7 UUPT 2007, adalah Perseroan Publik yang
telah memenuhi ketentuan pasal 1 ayat 22 UU No.8 Tahun 1995 yakni memiliki
pemegang saham sekurang – kurangnya 300 (tiga ratus) orang, modal disetor
sekurang – kurangnya Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah), Perseroan yang
melakukan penawaran umum (public offering) saham di Bursa Efek.
Maksudnya Perseroan tersebut, menawarkan atau menjual saham atau efeknya kepada
masyarakat luas. Hanya Emiten yang boleh melakukan penawaran umum. Menurut
Pasal 1 ayat 6 UUPM, Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum dan
penawaran umum baru dapat dilakukan emiten, setelah lebih dulu mendaftar ke
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), sesuai dengan ketentuan pasal 3 UUPM,
BAPEPAM berfungsi melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari – hari
kegiatan pasar modal. BAPEPAM berada di bawah dan bertanggungjawab kepada
Menteri Keuangan.
Pendirian Perseroan
Terbatas
Sebagai
Konsekuensi dari dianutnya paham yang dianut Undang-Undang Perseroan Terbatas,
yang menyatakan PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan Perjanjian,
maka pasal 7 ayat (1) Undang – Undang Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa PT
harus didirikan dua orang atau lebih istilah orang di sini bermakna orang
perorangan (natural person) atau badan hokum. Dengan demikian pemegang
saham PT dapat berupa orang perorangan maupun badan hukum. Syarat sahnya
pendirian perseroan, jika diteliti ketentuan yang diatur pada bagian Kesatu
dimaksud, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi supaya pendirian
perseroan sah sebagai badan hokum. Syarat
tersebut bersifat “komulatif”. Bukan bersifat “fakultatif”. Satu saja dari
syarat itu cacat (defect) atau tidak terpenuhi, mengakibatkan
pendiriannya tidak sah sebagai badan hokum, yaitu antara lain;
1.
Pendiri Perseroan 2 (Dua) Orang atau Lebih
Syarat pendiri
perseroan harus 2 orang atau lebih, diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UUPT 2007.
Syarat ini, sama dengan yang diatur dulu pada Pasal 7 ayat (1) UUPT 1995.
Pengertian “pendiri” menurut hukum adalah orang yang mengambil bagian dengan
sengaja (intention) untuk mendirikan perseroan. selanjutnya orang-orang
itu dalam rangka pendirian itu, mengambil langkah-langkah yang penting untuk
mewujudkan pendirian tersebut, sesuai dengan syarat yang ditentukan peraturan
Perundang-undangan. Jadi syarat pertama, pendiri perseroan paling sedikit 2
(dua) orang. Kurang dari itu tidak memenuhi syarat, sehingga tidak mungkin
diberikan “pengesahan” sebagai badan hukum oleh Menteri.
Cara mendirikan
Perseroan oleh para pendiri , dilakukan berdasar “perjanjian”. Hal itu
ditegaskan pada Pasal 1 ayat 1 UUPT 2007 yang mengatakan, perseroan sebagai
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan oleh para pendiri
“berdasarkan perjanjian”. Berarti Perseroan dilakukan secara “konsensual” dan
“kontraktual” berdasar Pasal 1313 KUHPerdata. Pendirian dilakukan para pendiri
atas persetujuan, dimana para pendiri antara satu dengan yang lain saling
mengikatkan dirinya untuk mendirikan perseroan. Dengan demikian pendirian
perseroan tunduk kepada hukum perikatan atau hukum perjanjian yang diatur dalam
Buku III KUHPerdata yang terdiri atas bagian kedua tentang ketentuan umum
(Pasal 1313 – 1318) dan bagian kedua tentang syarat untuk sahnya persetujuan
(Pasal 1320-1337) serta bagian ketiga tentang akibat persetujuan (Pasal
1338-1341). Pendirian perseroan berdasar perjanjian menurut penjelasan Pasal 7
ayat (1) alinea kedua, merupakan penegasan prinsip yang berlaku bagi UUPT 2007.
Pada dasarnya perseroan sebagai badan
hukum, didirikan berdasar perjanjian. Karena itu mempunyai lebih dari 1 orang
pemegang saham.
2.
Pendirian Berbentuk Akta Notaris
Syarat kedua yang juga diatur pada Pasal 7
ayat (1) UUPT 2007 adalah mendirikan perseroan harus dibuat “secara tertulis”
dalam bentuk akta yakni: (a). “Berbentuk Akta Notaris Notarial Deed), tidak boleh berbentuk akta
bawah tanah (private instrument)”, (b). “Keharusan Akta Pendirian mesti
berbentuk Akta Notaris, tidak hanya berfungsi sebagai probationis causa.
Maksudnya Akta Notaris tersebut tidak hanya berfungsi sebagai ‘‘alat bukti”
atas perjanjian pendirian Perseroan. Tetapi Akta Notaris itu berdasar Pasal 7
ayat (1), sekaligus bersifat dan berfungsi sebagai solemnitatis causa yakni
apabila tidak dibuat dalam Akta Notaris, akta pendirian Perseroan itu tidak
memenuhi syarat, sehingga terhadapnya tidak dapat diberikan “pengesahan” oleh
Pemerintah dalam hal ini MENHUK & HAM”.
3.
Akta Pendirian Dibuat Dalam Bahasa Indonesia
Hal lain yang mesti
dipenuhi Akta Pendirian yang digariskan Pasal 7 ayat (1), adalah syarat
material yang mengharuskan dibuat dalam “Bahasa Indonesia”. Semua hal yang
melekat pada Akta Pendirian, termasuk AD dan keterangan lainnya, harus dibuat
dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian AD perseroan yang dibuat dalam bahasa
asing, tidak sah karena tidak memenuhi syarat material Pasal 7 ayat (1).
Ketentuan ini bersifat “memaksa (mandatory law). Oleh karena itu, tidak
dapat dikesampingkan oleh para Pendiri maupun oleh Menteri.
4.
Setiap Pendiri Wajib Mengambil Bagian Saham
Syarat formil yang
lain mendirikan Perseroan, diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UUPT 2007: Berarti,
pada saat para pendiri menghadap Notaris untuk dibuat Akta Pendirian, setiap
pendiri sudah mengambil bagian saham Perseroan. Kemudian hal itu dimuat dalam
Akta Pendirian sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf c yang mengharuskan
memuat dalam Akta Pendiri tentang nama pemegang saham yang telah mengambil
bagian saham, rincian jumlah saham dan nilai nominal saham yang telah
ditempatkan dan disetor. Dengan mengambil bagian saham sesuai dengan penjelasan
Pasal 8 ayat (2) huruf c, adalah jumlah saham yang diambil oleh pemegang saham
pada saat pendirian Perseroan. Agar syarat ini sah menurut hukum, pengambilan
bagian saham itu, harus sudah dilakukan setiap pendiri Perseroan pada saat
pendirian Perseroan itu berlangsung. Tidak sah apabila dilakukan sesudah
Perseroan didirikan. - Setiap pendiri Perseroan “wajib” mengambil bagian saham,
- Dan pengambilan atas bagian itu, wajib dilaksanakan setiap pendiri “pada
saat” Perseroan didirikan.
5.
Memperoleh Keputusan Pengesahan Status Badan Hukum
Syarat sahnya pendirian selanjutnya,
menurut Pasal 7 ayat (4). Perseroan harus memperoleh status badan hukum. Pasal
tersebut berbunyi : Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal
diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.
Bertitik tolak dari ketentuan ini, agar suatu Perseroan sah berdiri sebagai
badan hukum (rechtspersoon, legal entity or legal person), harus
mendapat “pengesahan” dari Menteri. Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Referensi:
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
No comments:
Post a Comment