Sunday, January 27, 2013

Pengertian Filsafat Hukum (1)


PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM

 
 

Pengertian Filsafat dan Agama

Adakalanya orang mengatakan bahwa orang harus berfilsafat. Sehingga untuk dapat berfilsafat, terlebih dahulu orang harus mengetahui apa yang disebut dengan filsafat. Sesungguhnya, istilah “filsafat” merupakan suatu istilah dari bahasa Arab yang terkait dengan istilah dari bahasa Yunani, yaitu: Filosofia. Secara etimologis, kata “filsafat” berasal dari kata majemuk, yakni: filo dan sofia. Filo artinya ‘cinta’ dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan karena ingin itu, lalu berusaha mencapai yang diingini. Sedangkan Sofia artinya ‘kebijaksanaan’. Bijaksana inipun merupakan kata asing, yang artinya ialah ‘pandai’: mengerti dengan mendalam. Jadi secara etimologis, filsafat dapat dimaknakan: “Ingin mengerti dengan mendalam” atau “cinta kepada kebijaksanaan”. Dengan demikian, rumusan tersebut di atas dapat disebut sebagai suatu definisi atau pembatasan yang semata-mata berdasarkan atas keterangan nama atau pembatasan nama.     
 
Dari sudut isinya, terdapat banyak perumusan yang dikemukakan para penulis filsafat. Filsafat dapat diartikan sebagai pandangan hidup manusia, yang tercermin dalam berbagai pepatah, slogan, lambang dan sebagainya. Filsafat dapat juga diartikan sebagai ilmu. Dikatakan sebagai ilmu karena filsafat adalah pengetahuan yang metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan dengan kata lain filsafat memiliki objek, metode, dan sistematika tertentu, terlebih-lebih bersifat universal. Dalam kaitannya dengan salah satu unsur yang dipenuhi filsafat sebagai suatu ilmu, yaitu adanya objek tertentu yang dimiliki filsafat.
     
Menurut Poedjawijatna, objek suatu ilmu dapat dibedakan menjadi dua, yakni objek materia dan objek forma. Objek materia adalah lapangan atau bahan penyelidikan suatu ilmu, sedangkan objek forma adalah sudut pandang tertentu yang menentukan jenis suatu ilmu. Objek materia filsafat adalah sesuatu yang ada dan mungkin ada. Pada intinya objek materia filsafat dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu tentang hakikat Tuhan, hakikat alam, dan hakikat manusia. Barangkali, objek materia filsafat sama dengan objek ilmu lainnya, tetapi yang membedakan adalah objek formanya. Objek forma filsafat terdapat pada sudut pandangnya  yang tidak membatasi diri dan hendak mencari keterangan sampai sedalam-dalamnya atau sampai kepada hakikat sesuatu, sehingga terdapat kebenaran, jika filsafat dikatakan sebagai ilmu tanpa batas.
     
Jika ditelaah lebih mendalam, filsafat memiliki sedikitnya tiga sifat pokok, yaitu: menyeluruh, mendasar, dan spekulatif. Menyeluruh, artinya cara berfikir filsafat tidak sempit, dari sudut pandang ilmu itu sendiri (fragmentaris atau sektoral), senantiasa melihat persoalan dari tiap sudut yang ada. Mendasar, artinya bahwa untuk dapat menganalisa suatu persoalan bukanlah pekerjaan yang mudah, mengingat pertanyaan-pertanyaan yang dibahas berada di luar jangkauan “ilmu biasa”. Untuk itu, ciri ketiga dari filsafat yang berperan, yaitu spekulatif. Langkah-langkah spekulatif yang dijalankan oleh filsafat tidak boleh sembarangan, tetapi harus memiliki dasar-dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
     
Di samping ketiga ciri filsafat tersebut di atas, ada ciri lain yang perlu ditambahkan, yaitu sifat refleksif kritis dari filsafat. Refleksi berarti pengendapan dari pemikiran yang dilakukan secara berulang-ulang dan mendalam (contemplation). Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang lebih jauh lagi dan dilakukan secara terus-menerus. Kritis berarti analisis yang dibuat filsafat tidak berhenti pada fakta saja, melainkan analisis nilai. Sebab, jika yang dianalisis hanya fakta saja, maka subjek (manusia) tersebut baru melakukan observasi, dan hasilnya ialah gejala-gejala semata. Lain halnya, jika yang dianalisis nilai, maka hasilnya bukan gejala-gejala melainkan hakikat.
      Ada beberapa sarjana penulis filsafat yang mengemukakan pendapatnya tentang filsafat, antara lain:
 
  • filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli (Plato)
  • Aristoteles : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu matematika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
  • Al Farabi : Filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang alam maujud bagaimana hakekat yang sebenarnya.
  • Descartes :  Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
  • Immanuel Kant : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang tercakup di dalam empat persoalan, yaitu metafisika, etika, agama, dan antropologi.
 
 Dari perumusan filsafat sebagaimana dikemukakan oleh para penulis filsafat tersebut dapat ditarik intisarinya bahwa filsafat merupakan karya manusia tentang hakikat sesuatu. Pada uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa filsafat dapat diartikan sebagai ilmu, meskipun demikian antara filsafat dengan keseluruhan ilmu yang bertemu pada obyek materia (segala yang ada dan mungkin ada) tetap berbeda, karena perbedaan itu terletak pada obyek formanya.Tentu saja perbedaan itu tidak berlaku pada kedudukan filsafat dengan agama, karena agama merupakan sesuatu yang ada, sehingga agama juga masuk ke dalam lingkungan filsafat, dari sini muncul apa yang dinamakan filsafat agama.
 
Dalam agama ada beberapa hal penting yang diselidiki oleh filsafat, misalnya: Tuhan, kebajikan, baik dan buruk, dan sebagainya, karena hal-hal tersebut ada atau paling tidak mungkin ada, namun antara filsafat dan agama memiliki dasar penyelidikan yang berbeda. Di satu sisi, sudut pandang penyelidikan agama didasarkan atas wahyu Tuhan atau firman Tuhan. Pada agama, kebenaran tergantung kepada diwahyukan atau tidak. Yang diwahyukan Tuhan harus dipercayai, oleh akrena itu agama ada dan disebut kepercayaan. Di sisi lain, kebenaran diterima oleh filsafat bukan karena kepercayaan, melainkan diterima dengan penyelidikan sendiri, pikiran belaka. Filsafat tidak mengingkari atau mengurangi wahyu, tetapi tidak mendasarkan penyelidikannya atas wahyu. Dengan kata lain, filsafat berdasarkan pikiran belaka, sedangkan agama berdasarkan wahyu. 
 
Ruang Lingkup Ilmu Filsafat
Objek materia filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan mungkin ada, dengan kata lain objek filsafat itu ada. Adapun ada ini dapat ditinjau atau dilihat dari berbagai penjuru sudut pandang, sehingga muncul bermacam-macam bagian filsafat. Pembagian filsafat dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu: Berdasarkan Objek, yang dibedakan menjadi dua:
 
Filsafat Umum (Ada-Umum):
Pada filsafat umum, ada mungkin dipandang dari sudut keumumannya. Segala sesuatunya itu ada. Dalam realitas, terdapat bermacam-macam hal, yang semuanya mungkin ditangkap dalam adanya. Oleh karena itu, terdapat ada yang bermacam-macam dan ada-umum. Ada menjadi dasar dari segala yang ada, misalnya sifat-sifatnya, sehingga filsafat ada-umum disebut Ontologia atau Metaphysica generalis.
 

Filsafat Khusus (Ada-Khusus):
Dalam filsafat khusus (ada-khusus), ada dipandang dari sudut pandang tertentu yang lain dari umum. Oleh karena itu sudut pandang tersebut banyak macamnya, sehingga memunculkan filsaft bagian yang bermacam-macam pula, yang terdiri dari:
 
Theodicea (Ada-Mutlak):
Kekhususan dari ada itu mungkin terdapat dalam mutlaknya. Padahal di dunia terdapat ada yang tidak mutlak. Jadi, apabila nanti terdapat ada yang mutlak, maka harus diselidiki sifat-sifatnya, kemampuannya, dan hubungannya dengan ada-khusus-tak mutlak. Dengan demikian, filsafat yang mempersoalkan ada-mutlak disebut filsafat ada-mutlak, yang lazim disebut sebagai Theodicea.
 
Ada-Tidak-Mutlak:
Di samping ada-mutlak terdapat ada-tidak mutlak. Pada ada-tidak mutlak terdapat banyak macamnya ke golongan ini yang harus diselidiki oleh filsafat darti sudut pandang tertentu, yang hendak dicari sebabnya yang terakhir atau sebab yang sedalam-dalamnya, yang dapat dibagi-bagi lagi ke dalam:
 
Filsafat Alam (Cosmologia):
                        Alam semesta dan isinya merupakan ada yang tidak harus ada, sehingga dapat disebut sebagai ada-tidak mutlak. Alam dicari intinya oleh filsafat inti alam itu, apakah sebenarnya itu, apakah isi alam pada umumnya, dan apakah hubungannya satu dengan yang lain serta hubungannya dengan ada-mutlak, dengan demikian filsafat alam disebut kosmologia.
 
Manusia:
                        Alam merupakan ada-tidak mutlak, karena ada-nya tidak dengan niscaya. Segala isi alam mungkin lenyap dan pernah tidak ada, namun alam mempunyai kedudukan yang istimewa yang menyelidiki semuanya, yaitu: manusia, yang dapat dibagi lagi ke dalam tiga kelompok sebagaimana diuraikan dalam uraian di bawah ini:
                       
Filsafat Manusia (Anthropologia-Metaphysika):
                              Dengan sendirinya, kekhususan ada-tidak mutlak merupakan manusia yang mempunyai kemanusiaan yang tercakup di dalamnya soal-soal tentang manusia, seperti: apakah manusia itu sebenarnya, apakah hubungannya satu sama lain, apakah kemampuan-kemampuannya, apa pendorong hidupnya, apa sifat-sifat pendorong hidup itu, dan lain-lain. Sehingga filsafatnya disebut filsafat manusia atau anthropologia metphysica.
 
Filsafat Tingkah Laku (Ethica):
                              Pada filsafat tingkah laku (ethica) yang diselidiki adalah tindakan-tindakan manusia, yang terdorong oleh kehendaknya dan diternagi budinya. Tindakan manusia sendiri dapat dibedakan lagi menjadi tindakan yang baik atau buruk sehingga untuk menilai tindakan tersebut diperlukan tolok ukur yang terdiri dari norma (aturan) subyektif maupun yang obyektif (terlepas dari subyek yang menilai) dan ini dilakukan dalam ethica atau filsafat tingkah laku.
 
Filsafat Budi (Logika):
                              Untuk melakukan penyelidikan, manusia memerlukan alat penyelidikan yang disebut budi yang harus diselidiki, sebab tanpa budi tidak akan ada penyelidikan. Oleh karena itu dicari jawabannya mengenai persoalan-persoalan sebagai berikut: adakah manusia mempunyai budi dan akal, dapatkah budi mencapai kebenaran? Dari sini timbul persoalan baru: apakah kebenaran itu, sampai di mana kebenaran itu dapat dicapai budi, seluruh kebenaran ataukah hanya sebagian saja? Dengan kata lain, seluruh isi budi diselidiki oleh filsafat yang disebut filsafat budi (logika). Namun, dalam bekerjanya budi, ia harus mentaati aturan-aturan yang ada, seperti: pengertian, jalan pikiran, serta putusan-putusan. Penyelidikan tentang bahan dan aturan berfikir merupakan bagian dari logika dan disebut logika minor. Sedangkan penyelidikan terhadap isi berfikir disebut logika mayor.
 
Pembagian filsafat berdasarkan Subjek:
Selain pembagian filsafat berdasarkan objek, dalam filsafat juga dikenal pembagian filsafat berdasarkan subjek, karena dalam filsafat tentu ada yang berfilsafat, dan itu dilakukan oleh subjeknya, yaitu manusia, sehingga perlu dikenali pembagian filsafat menurut subjeknya, yang terdiri dari 3 (tiga) bidang, yaitu:
 
Soal Tahu (Pengetahuan):
Soal pengetahuan ada 2 macam menurut sifatnya, yaitu pengetahuan bermacam-macam yang tidak tetap dan pengeatahuan yang berlaku umum, yang tidak beruba-ubah dan tetap satu macam. Dari sini timbul persoalan menganai: bagaimanakah cara mencapai pengetahuan itu? Adakah bawaan yang dibekalkan kepada manusia waktu lahir ataukah itu hasil dari usaha kemampuan yang ada padanya dan merupakan pengambilan dari objek yang dikenalnya itu. Mungkinkah itu hanya gambaran samar-samar atau nama-nama belaka yang tidak ada hubungannya dengan realitas? Tentu saja semua pertanyaan tersebut harus dijawab sebagian oleh Logika dan sebagian oleh Anthropologia.
 
Soal Ada:
Orang berfikir tentu ada. Sehingga, jika ia tidak ada maka dia tidak berfikir. Oleh karena itu, timbul pertanyaan-pertanyaan tentang ada yang memiliki bermacam-macam sudut pandang, dan ini dijawab oleh filsafat tentang ada (ontologia, theodicea, kosmologia, dan anthropologia).
 
Soal Pernilaian:
Dalam berfikir dan mengadakan putusan, setiap orang akan memiliki pernialaian yang berbeda dan saling bertentangan, misalnya: ada yang tinggi dan rendah, baik lawan buruk, indah lawan jelek, dan sebagainya. Tentu saja untuk melakukan pernilaian harus ada tolok ukurnya (kriteria), sehingga timbul pertanyaan seperti: apakah sebetulnya nilai itu dan lebih-lebih dalam tingkah laku manusia, apakah yang dipakai ukuran untuk menentukan baik buruknya? Pertanyaan tersebut dijawab oleh Ethica. 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
Darmodiharjo, Darji & Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995.
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1988.
Poedjawijatna, I.R., Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1990.
Rasjidi, Lili, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990.
________________, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu?, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991.
Sastrosoehardjo, Soehardjo, Silabus Mata Kuliah Filsafat Hukum, Program Pascasarjana Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang, 1997.
Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1998.


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

      

 

 

           

 

 

 

 

 

 

 

 

   

 

 

 

                                                                               

 

 

 

  



 [1] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1998.
 [2] Darji Darmodiharjo & Shidarta, Op. Cit., halaman 7.

No comments:

Post a Comment