Friday, February 1, 2013


ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT HUKUM
(Bagian-2)

Aliran Sociological Jurisprudence
Pendasar aliran ini, antara lain: Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benjamin Cardozo, Kontorowics, Gurvitch dan lain-lain. Aliran ini berkembang di Amerika, pada intinya aliran ini hendak mengatakan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Kata “sesuai” diartikan sebagai hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat.

Aliran Sociological Jurisprudence berbeda dengan Sosiologi Hukum. Dengan rasio demikian, Sosiologi Hukum merupakan cabang sosiologi yang mempelajari hukum sebagai gejala sosial, sedang Sociological Jurisprudence merupakan suatu mazhab dalam filsafat hukum yang mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat dan sebaliknya. Sosiologi hukum sebagai cabang sosiologi yang mempelajari pengaruh masyarakat kepada hukum dan dan sejauh mana gejala-gejala yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi hukum di samping juga diselidiki juga pengaruh sebaliknya, yaitu pengaruh hukum terhadap masyarakat. Dari 2 (dua) hal tersebut di atas (sociological jurisprudence dan sosiologi hukum) dapat dibedakan cara pendekatannya. Sociological jurisprudence, cara pendekatannya bertolak dari hukum kepada masyarakat, sedang sosiologi hukum cara pendekatannya bertolak dari masyarakat kepada hukum.

Roscoe Pound menganggap bahwa hukum sebagai alat rekayasa sosial (Law as a tool of social engineering and social controle) yang bertujuan menciptakan harmoni dan keserasian agar secara optimal dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia dalam masyarakat. Keadilan adalah lambang usaha penyerasian yang harmonis dan tidak memihak dalam mengupayakan kepentingan anggota masyarakat yang bersangkutan. Untuk kepentingan yang ideal itu diperlukan kekuatan paksa yang dilakukan oleh penguasa negara. Pendapat/pandangan dari Roscoe Pound ini banyak persamaannya dengan aliran Interessen Jurisprudence. Primat logika dalam hukum digantikan dengan primat “pengkajian dan penilaian terhadap kehidupan manusia (Lebens forschung und Lebens bewertung), atau secara konkritnya lebih memikirkan keseimbangan kepentingan-kepentingan (balancing of interest, private as well as public interest).

 Roscoe Pound juga berpendapat bahwa living law merupakan synthese dari these positivisme hukum dan antithese mazhab sejarah. Maksudnya, kedua liran tersebut ada kebenarannya. Hanya hukum yang sanggup menghadapi ujian akal agar dapat hidup terus. Yang menjadi unsur-unsur kekal dalam hukum itu hanyalah pernyataan-pernyataan akal yang terdiri dari atas pengalaman dan diuji oleh pengalaman. Pengalaman dikembangkan oleh akal dan akal diuji oleh pengalaman . Tidak ada sesuatu yang dapat bertahan sendiri di dalam sistem hukum. Hukum adalah pengalaman yang diatur dan dikembangkan oleh akal, yang diumumkan dengan wibawa oleh badan-badan yang membuat undang-undang atau mensahkan undang-undang dalam masyarakat yang berorganisasi politik dibantu oleh kekuasaan masyarakat itu.

Pragmatic Legal Realism
Salah seorang sarjana bernama Friedman membahas aliran ini dalam kaitannya sebagai salah satu subaliran dari positivisme hukum. Sebab, pangkal pikir dari aliran ini bersumber pada pentingnya rasio atau akal sebagai sumber hukum. Pendasar mazhab/aliran ini ialah John Chipman, Gray, Oliver Wendell Holmes, Karl Llewellyn, Jerome Frank, William James dan sebagainya. Friedman juga berpendapat bahwa Roscoe Pound juga dapat digolongkan ke dalam Pragmatic Legal Realism di samping masuk ke dalam Sociological Jurisprudence.  Hal ini disebabkan oleh pendapat atau pandangan Roscoe Pound yang mengatakan bahwa hukum itu adalah a tool of social engineering. Sementara itu, Llewellyn berpendapat bahwa Pragmatic Legal Realism bukan aliran tapi suatu gerakan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 

1.    Realisme bukanlah suatu aliran/mazhab. Realisme adalah suatu gerakan dalam cara berpikir dan cara bekerja tentang hukum.
2.    Realisme adalah suatu konsep mengenai hukum yang berubah-ubah dan sebagai alat untuk mencapai tujuan sosial; maka tiap bagiannya harus diselidiki mengenai tujuan maupun hasilnya. Hal ini berarti bahwa keadaan sosial lebih cepat mengalami perubahan daripada hukum.
3.    Realisme mendasarkan ajarannya atas pemisahan sementara antara sollen dan sein untuk keperluan suatu penyelidikan agar penyelidikan itu mempunyai tujuan, maka hendaknya diperhatikan adanya nilai-nilai dan observasi terhadap nilai-nilai itu haruslah seumum mungkin dan tidak boleh dipenuhi oleh kehendak observer maupun tujuan-tujuan kesusilaan.
4.    Realisme telah mendasarkan pada konsep-konsep hukum tradisional oleh karena realisme bermaksud melukiskan apa yang sebenarnya oleh pengadilan-pengadilan dan orang-orangnya. Untuk itu dirumuskan definisi-definisi dalam peraturan-peraturan yang merupakan ramalan umum tentang apa yang akan dikerjakan oelh pengadilan-pengadilan. Sesuai dengan keyakinan ini, maka realisme menciptakan penggolongan-penggolongan perkara dan keadaan-keadaan hukum yang lebih kecil jumlahnya daripada jumlah penggolongan-penggolongan yang ada pada masa lampau.
5.    Gerakan realisme menekankan pada perkembangan setiap bagian hukum haruslah diperhatikan dengan seksama mengenai akibatnya.

Pendekatan yang harus dilakukan oleh gerakan realisme untuk mewujudkan program tersebut di atas telah digariskan sebagai berikut:
1.    Keterampilan diperlukan bagi seseorang dalam memberikan argumentasinya yang logis atas putusan-putusan yang telah diambilnya bukan hanya sekedar argumen-argumen yang diajukan oleh ahli hukum yang nilainya tidak berbobot.
2.    Mengadakan perbedaan antara peraturan-peraturan dengan memperhatikan relativitas makna peraturan-peraturan tersebut.
3.    Menggantikan katagori-katagori hukum yang bersifat umum dengan hubungan-hubungan khsusus dari keadaan-keadaan yang nyata.
4.    Cara pendekatan seperti tersebut di atas mencakup juga penyelidikan tentang faktor-faktor/unsur-unsur yang bersifat perseornagan maupun umum dengan penelitian atas kepribadian sang hakim dengan disertai data-data statistik tentang ramalan-ramalan apa yang akan diperbuat oloeh pengadilan dan lain-lain.

Mengenai aliran Pragmatic Legal Realism yang berkembang pada waktu itu dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:

Aliran Realisme Hukum Amerika
Tokoh-tokohnya adalah Oliver Wendell Holmes dan Jerome Frank. “The path of Law” berasal dari Holmes, sedang “Law in the modern mind” berasal dari Jerome Frank. Sifat normatif hukum agak dikesampingkan. Hukum pada hakekatnya adalah berupa pola perilaku/tindakan (pattern of behaviour) nyata dari hakim dan petugas/pejabat hukum (law officials) lainnya. Pendorong utama perilaku Hakim atau pejabat-pejabat hukum segarusnya berpijak pada moral positif dan kemaslahatan masyarakat (social advanrage). Bagi Frank, hukum dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum yang senyatanya dan hukum yang mungkin (actual law and probable law). Peraturan-peraturan hukum dan asas-asas hukum tidak lain adalah semacam stimuli yang mempengaruhi perilaku hakim yang dapat dilihat dalam putusan-putusan hakim, di samping faktor-faktor lain, yakni, prasangka politis, ekonomis, dan moril, simpati maupun antipati pribadi (Frank). Terhadap sikap yang agak ekstrim dari kedua tokoh tersebut, yakni Roscoe Pound dan benjamin Cardozo dalam bukunya yang berjudul “The nature of the juridical process” mengambil pendirian yang lebih moderat, yakni wawasan sosiologis.

Aliran Realisme Skandinavia
Di Skandinavia, para sarjana hukum modern mengembangkan cara berfikir tentang hukum yang memiliki ciri khas ala Skandinavia yang tidak ada persamaannya di negara-negara lain. Walaupun istilah realisme sering dipergunakan untuk gerakan cara berfikir di Skandinavia akan tetapi persamaan nama dengan gerakan cara berfikir di Amerika Serikat, hanyalah sebatas persamaan nama saja. Realisme Skandinavia adalah dasar-dasar filsafat yang memberikan kritik-kritik terhadap dasar-dasar metafisika hukum (Skandinavian realism is essentialy a philosophical critique of the metaphysical foundations law). Gerakan ini menolak cara pendekatan yang dipergunakan oleh kaum realis Amerika Serikat yang mempunyai nilai rendah. Dalam caranya memberi kritik dan pengupasan prinsip-prinsip pertama yang seringkali sangat abstrak, grakan realis mempunyai ciri-ciri yang mirip sekali dengan ciri-ciri Filsafat Hukum Eropa. Adanya persamaan cara pendekatan antara penganut-penganut gerakan relaisme Skandinavia diusebabkan oleh pengaruh dari Axel Hagestrom terhadap tokoh-tokoh gerakan realisme Skandinavia pada waktu itu, yaitu Oliverscrona, Lundstedt, sekalipun pengaruh Axel tidak sebesar Ross.

Para ahli hukum tersebut di atas menolak adanya pengertian-pengertian mutlak tentang keadilan yang menguasai dan yang memberi pedoman pada sistem-sistem hukum positif. Mengenai nilai-nilai hukum gerakan realisme Skandinaviamempunyai pendirian yang sama dengan filsafat relativisme; mereka menolak pendirian yang mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan tentang hukum dapat disalurkan secara memaksa dari prinsip-prinsip tentang keadilan yang tidak adapat diubah.

Menureut Friedman, keberadaan realisme Skandinavia telah memberikan sumbangan yang amat besar kepada teori hukum, yaitu tentang penggunaan pengertian kehendak kolektif, satu kehendak umum atau kehendak negara (a collective or general will or of the state) oleh ilmu hukum analitis. Menurut Hargerstrom dan kawan-kawan, pengertian-pengertian tersebut adalah semacam satu pengertian gaib yang dipergunakan mereka untuk memberi dasar hukum pada kemahakuasaan orang-orang yang memegang perintah negara; dan cara mereka membuktikan legitimitas (dasar hukum) kekuasaan negara tersebut menurut Hargerstrom dan kawan-kawan adalah pada dasarnya sama dengan cara-cara yang dipergunakan filsafat hukum kodrat.

DAFTAR PUSTAKA 

Darmodiharjo, Darji & Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1995.

Huijbers, Theo Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1993.

Rasjidi, Lili, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 1990, halaman.

Soehardjo Sastrosoehardjo, Silabus Mata Kuliah Filsafat Hukum, Program Pascasarjana Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang, 1997.
Soetiksno, Filsafat Hukum, Bagian I, Penerbit PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1997

No comments:

Post a Comment