Saturday, February 2, 2013

Makalah Mediasi (1)


MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF
PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR PENGADILAN
(Orinton Purba)


BAB I
PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang Masalah
Keberadaan bank dalam perekonomian modern sudah menjadi kebutuhan yang sulit dihindari, karena bank sudah menyentuh kebutuhan setiap orang dan seluruh lapisan masyarakat. Kalau dahulu masyarakat masih dapat menyimpan uang di bawah bantal atau dalam sebuah celengan yang terbuat dari gerabah, saat ini masyarakat akan lebih senang menyimpan uang di bank, karena uang tersebut dapat menghasilkan bunga dan lebih aman. Sementara itu, masyarakat yang membutuhkan dana akan lebih mudah datang ke bank daripada mencari orang yang dapat dan mau meminjamkan dana kepada yang memerlukan. Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan
menjalankan usahanya terutama dari dana masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat. Selain itu, bank juga memberikan jasajasa keuangan dan pembayaran lainnya. Dengan demikian ada dua peranan penting yang dimainkan oleh bank yaitu sebagai lembaga penyimpan dana masyarakat dan sebagai lembaga penyedia dana bagi masyarakat dan atau Dunia usaha.
Sektor perbankan memiliki peranan yang sangat vital, antara lain sebagai pengatur urat nadi perekonomian nasional. Lancarnya aliran uang sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan ekonomi. Dengan demikian, kondisi sektor perbankan yang sehat dan kuat penting menjadi sasaran akhir dari kebijakan di sektor perbankan. Peran sektor perbankan dalam pembangunan juga dapat dilihat pada fungsinya sebagai alat transmisi kebijakan moneter. Disamping itu, perbankan merupakan alat yang sangat vital dalam  penyelenggarakan transaksi pembayaran, baik nasional maupun internasional. Mengingat pentingnya fungsi itu, maka upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menjadi bagian yang sangat penting untuk dilakukan. Dalam dunia perbankan, nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan. Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan pelayanan jasa perbankan, berada pada dua posisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana mereka berada. lihat dari sisi pengerahan dana, nasabah yang menyimpan dananya pada bank baik sebagai penabung deposan, maupun pembeli surat berharga, maka pada saat itu nasabah berkedudukan sebagai kreditur bank.

Sedangkan pada sisi penyaluran dana, nasabah peminjam berkedudukan sebagai debitur dan bank sebagai kreditur. Dari semua kedudukan tersebut, pada dasarnya nasabah merupakan konsumen dari pelaku usaha yang menyediakan jasa di sector usaha perbankan.

Seiring dengan pertumbuhan dunia usaha dan kebutuhan masyarakat akan produk serta jasa bank, bisnis perbankan kini kian kompleks. Kompleksitas bisnis bank dapat dilihat baik dari sisi produk dan layanan maupun dari jaringan usaha dengan lembaga yang dibangun bank guna memperkuat daya tarik produk dan layanan bank yang bersangkutan. Kita dapat merasakan bahwa setiap bank melakukan penambahan outlet, fitur dan benefit produk banknya. Bekerjasama  dengan beberapa lembaga non bank, dengan beberapa mitra usaha seperti Telkom, Telkomsel, PLN, Indovision/Cable Vision dan sebagainya. Upaya pengembangan fitur produk, layanan maupun jaringan usaha yang dilakukan setiap bank, akan menambah jumlah interaksi nasabah dengan bank. Semakin banyaknya interaksi bisnis antara nasabah dengan bank, maka semakin banyak pula peluang terjadinya keluhan, pengaduan bahkan sengketa finansial antara nasabah dengan bank.

Pada laporan yang terkait dengan sengketa antara nasabah dan perbankan, BI mencatat adanya kenaikan pengaduan ke BI. Dibandingkan dengan data 2006, data hingga Februari 2008 terjadi peningkatan pengaduan ke BI sebesar 280%. Pengaduan terkait penyaluran dana menurut data BI meningkat  441% yang sebagian besar terkait dengan kredit konsumsi.
Sejak diberlakukannya PBI mediasi perbankan, BI telah menerima laporan sebanyak 262 kasus, dan 222 kasus telah diselesaikan. Sedangkan 40 kasus masih dalam proses. Hal ini berawal dengan terjadinya komplain yang diajukan nasabah kepada bank karena merasa dirugikan secara finansial. Upaya yang dilakukan nasabah antara lain dengan datang langsung ke bank, menelpon pada call center bank yang bersangkutan, menulis di media cetak misalnya pada surat pembaca, atau menyampaikan keluhan secara tertulis langsung kepada bank. Di sisi lain terkadang ada bank yang kurang memperhatikan pengaduan nasabah, atau bahkan mengabaikannya.
Sengketa finansial dapat terselesaikan dengan beberapa cara. Disamping melalui cara litigasi, juga dapat dilakukan dengan cara mediasi. Cara ligitasi sebagaimana praktek selama ini, disamping memiliki kelebihan juga dapat kekurangan, antara lain mengenai proses, biaya dan waktu. Untuk menutup kekurangan cara litigasi inilah muncul cara mediasi yang selama ini terbukti produktif dalam menyelesaikan sengketa finansial antara nasabah dengan bank.

Sedangkan dari peraturan perundang-undangan di bidang perbankan ketentuan yang memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank selaku konsumen antara lain adalah dengan diintrodusirnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yaitu sebagai badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah Penyimpan, melalui skim asuransi, dana penyangga, atau skim lainnya. Di tingkat teknis payung hukum yang melindungi nasabah antara lain adanya pengaturan mengenai penyelesaian pengaduan nasabah dan mediasi perbankan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI).

Mengingat penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank yang diatur dalam PBI Nomor 7/7/PBI/2005 tertanggal 20 Januari 2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah tidak selalu dapat memuaskan nasabah dan apabila tidak segera ditangani dapat mempengaruhi reputasi bank, mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan dan merugikan hak-hak nasabah, maka perlu dibentuk lembaga Mediasi yang khusus menangani sengketa perbankan. Ada dua masalah dominan yang sering dikeluhkan konsumen jasa perbankan. Pertama, pengaduan soal produk perbankan, seperti ATM (Automatic Teller Machine), Kartu Kredit, dan aneka ragam jenis tabungan, termasuk keluhan produk perbankan terkait dengan janji hadiah dan iklan produk perbankan. Kedua, pengaduan soal cara kerja petugas yang tidak simpatik dan kurang profesional khususnya petugas service point, seperti teller, customer service, dan satpam. Berdasarkan uraian di atas, paper ini diberikan judul “Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan”

 

B.  Rumusan Masalah

Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada nantinya dapat dibahas lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang di harapkan maka penting bagi penulis dalam menyusun suatu perumusam masalah. Adapun perumusan masalah sebagai berikut :

1.      Bagaimana teori mengenai Mediasi?

2.      Bagaimanakah proses mediasi dalam penyelesaian sengketa Perbankan?

 

 


BAB II

TINJAUAN TEORI MEDIASI

 

A.         Pengertian mediasi

Menurut pendapat Moore C.W dalam naskah akademis mediasi, mediasi adalah interensi terhadap suatu sengketa atau negoisasi oleh pihak ketiga yang dapat diterima, tidak  mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam memantu para pihak yang berselisih dalam upaya mencari kesepakatan secara sukarela dalam menyelesaikan permasalahan yang disengketakan. Mediasi adalah upaya para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa melalui perundingan dengan bantuan pihak lain yang netral. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu mediator. Kesimpulan mediasi apabila diuraikan mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

(a)    Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan asas kesukarelaan melalui suatu perundingan.

(b)   Mediator yang terlibat bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian,

(c)    Mediator yang terlibat harus diterima oleh para pihak yang bersengketa.

(d)   Mediator tidak boleh memberi kewenangan untuk mengambil keputusan selama perundingan berlangsung.

(e)    Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau mnghasilkan kesimpulan yang dapat diterima dari pihak-pihak yang bersengketa .

Prinsip-prinip mediasi yang digunakan pada daarnya adalah sebagai berikut:

a) Kewajiban partisipasi seluruh pihak dalam prose mediasi.

b) Upaya maksimal untuk mencapai mufakat.

c) Penggunaan pendekatan rekturisasi dengan pola best commerciaal practice.

d) Menghormati hak-hak para pihak yang terkait.

Dari penjelasan diatas dapat dijelaskan tentang karakteristik dari prinsip dalam suatu mediasi yaitu:

a) Accessible

Setiap orang yang membutuhkan dapat menggunakan mediasi, tidak ada suatu prosedur yang kaku dalam kaitannya dengan karakteristik antara mediasi yang satu dengan yang lainnya.

 

b) Voluntary

Setiap orang yang mengambil bagian dalam proses mediasi harus sepakat dan dapat memutuskan setiap saat apabila ia menginginkan mereka tidak dapat memaksa untuk dapat

menerima suatu hasil mediasi apabila dia meras hasil mediasi tidak menguntungkan atau  memuaskan dirinya.

 

c) Confidential

Para pihak ingin merasa bebas untuk menyatakan apa saja dan menjadi terbuka untuk kepentingan mediasi.

d) Fasilitative: Mediasi merupakan kreatifitas dan pendekatan pemecahan masalah terhadap persoalan yang dihadapi dan bergantung pada mediator untuk membantu para pihak mencapai kesepakatan dengan tetap dan tidak dapat memihak.

 

c) Dasar hukum mediasi

Dasar hukum mediasi adalah Undang-Undang No.4 Tahun 2004 pasal 16 ayat (2) tentang kekusaan kehakiman yang berbunyi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata dengan cara perdamaian. Undang-Undang No 30 Tahun 1990 tentang arbitrese dan alternative penyelesaian sengketa, yang lebih mempertegas keberadaan lembaga mediasi sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Menurut ketentuan dari peraturan Mahkamah Agung bahwa setelah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan prosedur mediasi di Pengadilan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2 Tahun 2003 ternyata ditemukan beberapa permasalahan yang bersumber dari Peraturan Mahkamah Agung Tersebut, sehingga Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2 Tahun 2003 direvisi dengan maksud untuk lebih mendayagunakan mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan. Sehingga Peraturan Mahkamah agung No 2 Tahun 2003 diubah menjadi Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan (Perma No 1 Tahun 2008).

 

d) Tujuan mediasi

Mediasi mempunyai suatu tujuan-tujuan. Adapun tujuan dari mediasi adalah sebagai berikut:

a) Mencapai atau menghasilkn kesepakatan yang dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.

b) Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan atau negosiasi.

c) Mediasi lazimnya terjadi setelah para pihak yang bersengketa melakukan negosiasi (dan gagal mencapai kesepakatan). Karena itu sering dinyatakan bahan mediasi adalah merupakan suatu negosiasi dengan melibatkan pihak ketiga yang memiliki pengetahuan tentang prosedur negosiasi yang efektif dan berfungsi membantu para pihak yang bersengketa mengkoordinasikan negoisinya agar berjalan efektif dan efisien.Tujuan mediasi dalam hal ini dibagi menjadi dua bagian yaitu tujuan utama dan tujuan tambahan.Yang dimaksud dengan tujuan utama yaitu membantu mencarikan jalan keluar atau alternative penyelesaian atas sengketa yang timbul diantara para pihak yang disepakati dan dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa.

Dengan demikian proses negosiasi adalah proses yang forward looking dan bukan  backward looking. Yang hendak dicapai bukanlah mencari kebenaran dan atau dasar hukum yang diterapkan namun kepada penyelesaian masalah.” the goal is not truth finding

or low imposing but problem solving”(Lovenheim, 1996: 1.4). Sedangkan untuk tujuan tambahan disini yaitu dengan melalui proses mediasi diharapkan dapat dicapai terjalinnya

komunikasi yang lebih baik diantara para pihak yang bersengketa dan menjadikan para pihak yang bersengketa dapat mendengar, memahami alasan atau penjelasan atau argumentasi yang menjadi dasar atau pertimbangan pihak lain. Dengan adanya pertemuan tatap muka, diharapkan dapat mengurangi rasa marah atau bermusuhan antara pihak-pihak yang satu dengan yang lainnya”.

 

B.     Proses Mediasi

Proses mediasi dalam hal ini dibagi menjadi dua tahap yaitu pra mediasi dan tahap mediasi, yang mana sudah diatur dalam PERMA No 1 Tahun 2008 yaitu :

a. Tahap pra Mediasi

Pada hari sidang yang telah ditentukan yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk melakukan mediasi. Kehadiran dari pihak turut

Tegugat tidak menghalangi pelaksanaan mediasi, sehingga hakim melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi.kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. hakim wajib menunda proses

persidangan perkara untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh mediasi dan hakim wajib menjelaskan

 

b. Tahap Mediasi

Ketika para pihak sepakat untuk melakukan proses mediasi, yang mana para pihak berkehendak untuk mencapai kesepakatan penyelesaian atas sengketanya. Mediasi akan

berjalan dengan kondisi-kondisi sebagai berikut :

(1)    Mediator adalah seorang fasilitator yang akan membantu para pihak untuk mencapai kesepakatan yang dikehendaki oleh para pihak.

(2)    Mediator tidak memberi nasehat atau pendapat hukum.

(3)    Para pihak yang bersengketa dapat meminta pendapat par ahli baik dari sisi hukum lainnya selama proses mediasi berlangsung.

(4)    Mediator tidak dapat bertindak sebagai penasehat hukum terhadap salah satu pihak dalam kasus yang sama ataupun yang berhubungan dan ia juga tidak dapat bertindak sebagai arbiter atau kasus yang sama.

(5)    Para pihak paham agar proses mediasi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan proses komunikasi yang terbuka dan jujur, selanjutnya segala bentuk negosiasi dan pernyataan baik tertulis maupun lisan yang dibuat dalam proses mediasi akan diperlukan sebagai informasi yang bersifat tertutup dan rahasia.

 

C.      Pengertian mediator

Pengertian Mediator menurut Muchammad Zainudin adalah pihak ketiga yang terlibat dalam suatu proses negosiasi atas permintaan para pihak secara sukarela dan harus bersikap netral . Menurut Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau menyelesaikan sebuah penyelesaian (PERMA NO 1 TAHUN 2008).

2) Fungsi mediator

Mediator sebagai penengah dalam suatu proses mediasi mempunyai fungsi tersendiri sebagai seorang mediator. Fungsi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a) Memperbaiki kelanaan komunikasi antara para pihak yang biasanya ada hambatan dan sekat-sekat pikologis.

b) Mendorong terciptanya suasana yang kondusif untuk memulai negosiasi yang fair.

c) Secara tidak langsung mendidik para pihak atau member wawasan tentang proses dan substansi negosiasi yang sedang berlangsung.

d) Mengklarifikasi masalah-masalah substansial dan kepentingan masing-masing para pihak.

 

3) Posisi mediator

Sebagai seorang mediator haruslah memiliki posisi, dalam hal ini khususnya dalam menangani kasus mediasi. Adapun posisi mediator dalam hal ini adalh sebagai berikut :

a) Mediator tidak boleh melakukan penilaian tentang siapa yang benar dan siapa yang salah diantara para pihak yang sedang berselisih atau bersengketa.

b) Mediator adalah pihak netral yang membantu para phak dalam proses negosiasi guna mencari erbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

c) Mediator tidak boleh mengambil suatu keputusan atas persengketan atau konflik yang sedang berlansung antar para pihak.

d) Mediaor hanya berposisi sebagai fasilitator yang mempelancar jalnnya suatu proses negoisasi yang berlangsung antara para pihak atau para negosiator yang mewakili kepentingan para pihak .

4) Peran mediator dalam proses mediasi

 

Berbagai peran mediator dalam proses mediasi secara deskripsi meliputi:

a) Mengontrol proses dan menegaskan aturan dasar.

b) Mempertahankan struktur dan momentum dalam negosiasi

c) Menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diantara para pihak.

d) Menerangkan proses dan mendidik para pihak dalam komunikasi yang baik.

e) Menguatkan suasana komunikasi.

f) Membantu para pihak untuk menghadap situasi dan keanyataan.

g) Memfasilitas creatif problem-solving diantara para pihak.

h) Mengakhiri proses bilamana sudah tidak lagi produktif.

Berkaitan dengan fungsi dan peran mediator yang sangat penting dalam proses mediasi di Pengadilan Negeri, Mahkamah Agung diharapkan dapat segera mengadakan pelatihan-pelatihan untuk para hakim di Pengadilan Negeri di daerah-daerah, sehingga para hakim yang menjadi moderator mendapat wawasan yang cukup untuk untuk melaksanakan mediasi, para hakim mediator diharapkan untuk mempelajari lebih dalam mengenai mediasi. Mengingat waktu yang digunakan untuk mediai dengan moderator dari dalam pengadilan hanya 22 hari, maka diharapkan para hakim mediator dapat menyusun strategi yang tepat sehingga lebih bias memanfaatkan waktu dengan baik.

Dalam proses sebuah mediasi, mediator menjalankan peran untuk menengahi para pihak yang bersengketa. Peran ini diwujudkan melalui tugas mediator yang secara aktif membantu para pihak dalam memberi pemahamannya yang benar tentang sengketa yang mereka hadapi dan memberikan alternative, solusi yang terbaik bagi penyelesaian sengketa yang harus dipatuhi. Prinsip ini kemudian menuntut mediator adalah orang yang memiliki pengetahuan yang cukup luasa tentang bidang-bidang terkait yang di persengketakan oleh para pihak. Selain itu peran mediator adalah membantu para pihak untuk mencapai kesepakatan, antara lain dengan cara penyampaian saransaran substantif tentang pokok sengketa. Menurut pendapat dari Gary Goodspaster dalam bukunya ”Panduan Negosiasi dan Mediasi” menyimpulkan peran penting mediator adalah :

a) Melakukan diagnosa konlik

b) Indentifikasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis

c) Menyusun agenda

d) Mempelancar dan mengendalikan komunikasi

e) Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilan tawarmenawar

f) Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting

g) Penyelesaian masalah untuk menciptakan pilihan-pilihan

h) Diagnosis sengketa untuk memudahkan penyelesian.

 

 


BAB III

PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN MELALUI MEDIASI

 

A.         Landasan Hukum 

Penyelesaian sengketa bertujuan untuk mencapai kesepakatan damai antara pihak yang bersengketa. Terdapat banyak cara yang dapat digunakan dalam mencapai perdamaian tersebut, tetapi dalam prakteknya sering ditemui hambatan, mulai dari proses hingga pengambilkeputusan dalam penyelesaian sengketa tersebut. Begitu pula dengan sengketa antara nasabah dengan bank, sehingga Bank Indonesia menyadari perlu adanya langkah terobosan agar sengketa tersebut dapat diselesaikan secara sederhana, cepat dan murah. Berbekal semangat yang tertuang dalam API tentang pemberdayaan nasabah, Bank Indonesia menyadari bahwa hasil penyelesaian pengaduan nasabah tidak selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan ini dapat menimbulkan sengketa bila tidak dicari

solusinya sehingga nasabah menjadi jera dan tidak mau menjadi nasabah pada bank  tersebut.  Pada akhirnya kondisi ini akan menimbulkan citra negatif terhadap bank tersebut dan akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan secara

keseluruhan.

Berbagai cara penyelesaian sengketa dapat dilakukan seperti melalui negosiasi, arbitrase dan lain-lain seperti yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999 atau dapat juga melalui pengadilan. Tapi sulitnya penyelesaian sengketa melalui pengadilan ataupun arbitrase yang membutuhkan waktu yang panjang dan prosesnya yang berbelit-belit, sehingga Bank Indonesia mengupayakan suatu penyelesaian sengketa yang dapat dilaksanakan dengan proses sederhana, murah dan cepat melalui lembaga mediasi perbankan. Tujuan dari pembentukan lembaga mediasi perbankan ini adalah agar hak-hak nasabah sebagai pemakai jasa perbankan dapat terpenuhi dengan baik. Diharapkan dengan adanya Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini akan tercipta iklim perbankan yang semakin kondusif.

Pelaksanaan mediasi perbankan di Indonesia didasarkan atas adanya banyak keluhan masyarakat dan ketidakpuasan atas pelayanan dari bank. Bank adalah lembaga keuangan yang bergantung pada kepercayaan masyarakat, sehingga ketidakpuasan masyarakat bias menimbulkan efek buruk terhadap citra bank dan kredibilitas bank tersebut. Apabila citra bank sudah dicap tidak bagus oleh masyarakat, maka akan mengganggu kredibilitas bank tersebut sehingga masyarakat sebagai nasabah bank bisa tidak menyalurkan uangnya ke bank itu lagi. Mediasi perbankan adalah cara yang diambil oleh nasabah apabila pengaduannya tidak mendapatkan tanggapan yang positif dari pihak bank, dan belum mendapatkan solusi terbaik bagi permasalahannya. Sebagai langkah pertama dari penyelesaian sengketa, terlebih dahulu keluhan dari nasabah itu harus bisa dilaporkan ke bank yang bersangkutan untuk diproses melalui mekanisme pengaduan nasabah yang ada di setiap bank. Bank indonesia mengatur tentang pengaduan nasabah ini dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005.

Apabila melalui mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah ini tidak membawa hasil positif atau dengan kata lain nasabah tidak puas maka bisa dilakukan proses lainnya. Antara lain proses yang bisa ditempuh oleh nasabah adalah melalui pengadilan atau mediasi perbankan. Biasanya nasabah cenderung melakukan mediasi perbankan karena biayanya murah dan proses penyelesaian yang relatif cepat. Selain itu syarat dari proses mediasi perbankan itu sendiri bahwa sengketa keperdataan yang dapat diajukan ke mediasi perbankan mempunyai limit tuntutan finansial dibawah 500 juta rupiah, sehingga cara mediasi ini sangat membantu nasabah kecil.

Yang dimaksud dengan mediasi perbankan adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu  para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Bantuan yang diberikan dilakukan dengan cara memfasilitasi penyelesaian sengketa dengan cara memanggil, mempertemukan, mendengar serta memotivasi nasabah dan bank untuk mencapai kesepakatan tanpa memberikan rekomendasi ataupun putusan.

 

B.      Tatacara Mediasi Perbankan

Tahap Pra-Mediasi:

Tahap awal dari proses mediasi perbankan dimulai dengan nasabah atau perwakilan nasabah mengajukan penyelesaian sengketa kepada Bank Indonesia sesuai dengan pasal 7 ayat (1) yang berbunyi: ”Pengajuan penyelesaian Sengketa dalam rangka Mediasi Perbankan dilakukan oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah”. Pengajuan penyelesaian sengketa ini selalu berasal dari pihak nasabah dan bukan pihak bank. Hal ini dikarenakan nasabah adalah sebagai “konsumen” dari produk-produk atau jasa dari bank, sehingga yang sering terjadi adalah nasabah merasa tidak puas dengan pelayanan dan produk dari bank. Dalam hal pengaduan ke bank atas ketidakpuasan nasabah, posisi nasabah berada dalam posisi yang tidak seimbang. Nasabah berada pada posisi penerima keputusan atas penyelesaian pengaduan nasabah yang dilakukan oleh bank.

Untuk dapat mengajukan suatu sengketa melalui mediasi perbankan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh nasabah antara lain, pertama, nasabah harus mengajukan secara tertulis keinginan untuk melakukan penyelesaian sengketa melalui

mediasi dengan cara mengisi Formulir Pengajuan Penyelesaian Sengketa yang tersedia pada bank-bank terdekat. Formulir ini ditujukan kepada Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan (DIMP), Bank Indonesia disertai tembusan yang disampaikan kepada bank yang bersangkutan. Kedua, sengketa yang diajukan haruslah merupakan sengketa keperdataan. Ketiga, sebelum mengajukan penyelesaian sengketa melalui mediasi, nasabah harus terlebih dahulu menyelesaikan permasalahannya dengan bank yang bersangkutan melalui proses pengaduan nasabah. Upaya pengajuan penyelesaian kepada bank dibuktikan dengan bukti penerimaan pengaduan dan atau surat hasil penyelesaian

pengaduan yang dikeluarkan bank.

Hal-hal yang harus diperhatikan menyangkut persyaratan pengajuan sengketa diatur secara lengkap dalam pasal 8 yaitu : Pengajuan penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. Diajukan secara tertulis dengan disertai disertai dokumen pendukung yang memadai;
  2. Pernah diajukan upaya penyelesaiannya oleh nasabah kepada bank;
  3. Sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi

  1. oleh lembaga mediasi lainnya;
  2. Sengketa yang diajukan merupakan sengketa keperdataan;
  3. Sengketa yang diajukan belum pernah diproses dalam mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia;
  4. Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 (enam puluh) hari sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank kepada nasabah.

Adapun dokumen yang harus disertakan pada saat mengajukan penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan sesuai dengan pasal 8 adalah sebagai berikut :

  1. Fotokopi surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan bank kepada nasabah.
  2. Fotokopi bukti identitas yang masih berlaku.
  3. Surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai yang cukup bahwa sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau telah mendapatkan keputusan dari lembaga

  1. arbitrase, peradilan, atau lembaga mediasi lainnya dan belum pernah diproses dalam mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia.

  1. Fotokopi dokumen pendukung yang terkait dengan sengketa yang diajukan.
  2. Fotokopi surat kuasa, dalam hal pengajuan penyelesaian sengketa dikuasakan.

  1. Dokumen pendukung adalah surat-surat yang berhubungan dengan permasalahan atau sengketa dan dapat dipakai sebagai bukti pendukung dalam rangka penyelesaian sengketa. Yang dimaksud dengan dokumen pendukung antara lain adalah bukti transaksi keuangan yang dilakukan Nasabah.

Batas waktu untuk pengajuan penyelesaian sengketa yang diatur dalam pasal 8 adalah tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kerja, yang dihitung sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan nasabah disampaikan oleh bank kepada nasabah sampai dengan tanggal diterimanya pengajuan penyelesaian sengketa oleh pelaksana fungsi mediasi perbankan secara langsung dari nasabah atau tanggal stempel pos apabila disampaikan melalui pos.

Selanjutnya, setelah Bank Indonesia sebagai pelaksana fungsi mediasi perbankan menerima pengajuan penyelesaian sengketa oleh nasabah kemudian Bank Indonesia memanggil bank yang bersangkutan untuk melakukan klarifikasi mengenai pokok permasalahan yang dilaporkan oleh nasabah. Hal ini sesuai dengan pasal 7 ayat (1) yaitu : “Dalam hal nasabah atau perwakilan nasabah mengajukan penyelesaian kepada Bank Indonesia, Bank wajib memenuhi panggilan Bank Indonesia”. Tujuan dari pemanggilan ini adalah untuk meminta informasi mengenai permasalahan yang diajukan oleh nasabah dan upaya-upaya penyelesaian sengketa apa saja yang dilakukan oleh bank. Setelah mengetahui pokok permasalahan dan tidak ada titik temu dalam proses pengaduan nasabah tersebut, kemudian Bank Indonesia memanggil kedua belah pihak untuk menjelaskan tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan.

Apabila kedua belah pihak sepakat menggunakan mediasi perbankan sebagai upaya penyelesaian sengketa, maka kedua pihak wajib menandatangani perjanjian mediasi (agreement to mediate). Adapun isi dari perjanjian mediasi ini disebutkan dalam Pasal 9 ayat (1) yaitu: proses mediasi dilaksanakan setelah nasabah atau perwakilan nasabah dan bank menandatangani perjanjian mediasi  yang memuat:

a.       Kesepakatan untuk memilih mediasi sebagai alternative penyelesaian sengketa; dan

b.      Persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan mediasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

 

Kemudian dalam hal perjanjian Mediasi telah ditandatangani, maka bank dan nasabah atau perwakilan nasabah wajib untuk mengikuti dan mentaati perjanjian tersebut (pasal 9 ayat (2)). Apabila dalam prakteknya nasabah atau bank tidak mempunyai cukup waktu untuk mengikuti proses mediasi dari awal sampai akhir karena berbagai alasan, maka mereka boleh untuk menunjuk seseorang untuk menggantikan posisinya melalui suatu surat kuasa khusus. Dengan adanya surat kuasa khusus tersebut, maka perwakilan nasabah atau perwakilan bank yang telah ditunjuk akan mempunyai hak untuk mengambil keputusan

dalam proses mediasi yang akan berjalan. Penunjukan perwakilan nasabah atau perwakilan bank dengan komitmen penuh dimaksudkan agar proses mediasi dapat berjalan dengan lancer dan cepat, sesuai dengan tujuan awal mediasi. Hal ini sesuai dengan pasal 10 ayat (1) yang menyatakan bahwa nasabah dan bank dapat memberikan kuasa kepada pihak lain dalam proses  mediasi. Sedangkan ayat (2) berbunyi: “Pemberian kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan surat kuasa khusus yang paling sedikit mencantumkan kewenangan penerima kuasa untuk mengambil keputusan.

Untuk dapat melaksanakan fungsi mediasi, maka Bank Indonesia menunjuk seorang mediator (pasal 5 ayat (1)). Mediator yang ditunjuk oleh Bank Indonesia adalah pegawai di lingkungan Bank Indonesia sendiri yang berpengalaman dalam menangani mediasi perbankan sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh PBI ini. Adapun pasal 5 ayat (2) mengatur syarat-syarat yang harus dimiliki oleh mediator yaitu:

a.       memiliki pengetahuan di bidang perbankan, keuangan, dan atau hukum;

b.      Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas penyelesaian sengketa; dan

c.       Tidak memiliki hubungan sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan nasabah atau perwakilan nasabah dan bank.

Meskipun yang ditangani adalah sengketa perdata antara bank dengan nasabah, tetapi mediator yang ditunjuk oleh Bank Indonesia haruslah orang yang mempunyai integritas dan dijamin independensinya. Selain itu, karena mediator dituntut untuk dapat bersikap netral dan tidak memihak terhadap kedua belah pihak, sehingga mediator tidak diperkenankan memberikan rekomendasi dan keputusan atas penyelesaian sengketa kepada nasabah bank. Dalam hal proses mediasi yang akan dilaksanakan, para

pihak tidak dapat meminta pendapat hukum atau jasa konsultasi hukum kepada mediator, sehingga kesepakatan yang dihasilkan dari proses mediasi tersebut merupakan kesepakatan sukarela antara nasabah dan bank dan bukan rekomendasi dari mediator.

Selanjutnya, nasabah ataupun bank dengan alasan apapun tidak dapat mengajukan tuntutan hukum terhadap mediator, pegawai maupun Bank Indonesia sebagai fungsi Mediasi Perbankan, baik atas kerugian yang mungkin timbul karena pelaksanaan atau eksekusi Akta kesepakatan, maupun oleh sebab-sebab lain yang terkait dengan pelaksanaan mediasi.

 

Tahap Mediasi:

Tahap mediasi dimulai ketika para pihak sepakat untuk menggunakan mediasi perbankan sebagai alternatif penyelesaian sengketa dan menandatangai Perjanjian Mediasi  agreement to mediate). Dengan ditandatanganinya perjanjian mediasi ini maka para pihak harus patuh dan taat terhadap aturan mediasi perbankan. Pelaksanaan proses mediasi perbankan sampai dengan penandatangan Akta Kesepakatan membutuhkan waktu yang

relatif singkat yaitu paling lama 30 (tiga puluh hari kerja yang dimulai dari penandatanganan perjanjian mediasi (agreement to mediate). Selain itu, dengan kesepakatan para pihak maka jangka waktu proses mediasi dapat diperpanjang sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja berikutnya (pasal 11 ayat (1) dan (2)). Perpanjangan waktu ini dapat dilakukan apabila menurut penilaian mediator masih terdapat prospek untuk tercapai kesepakatan sedangkan jangka waktu proses mediasi hamper berakhir.

Dalam mengikuti proses Mediasi sebagai penyelesaian sengketa, maka nasabah dan bank bersedia untuk: pertama, melakukan proses mediasi dengan itikad baik, kedua, bersikap

kooperatif dengan mediator selama proses mediasi berlangsung, dan ketiga, menghadiri pertemuan mediasi sesuai dengan Tanggal dan tempat yang telah disepakati. Hal ini bertujuan agar proses mediasi dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan waktu

yang telah disepakati bersama. Selain itu juga demi tercapainya kesepakatan bersama maka nasabah dan bank wajib untuk menyampaikan dan mengungkapkan informasi penting terkait dengan pokok sengketa dalam pelaksanaan mediasi. Dan untuk menjaga kerahasiaan dari proses mediasi ini maka seluruh informasi dari para pihak yang berkaitan dengan proses mediasi tidak dapat disebarluaskan untuk kepentingan pihak lain diluar pihak-pihak yang terlibat dalam proses mediasi ini yaitu nasabah, bank dan mediator.

Kemudian dalam hal proses mediasi mengalami kebuntuan dalam upaya kesepakatan, baik untuk sebagian maupun keseluruhan pokok sengketa dimana para pihak tidak ada yang mengalah, maka mediator dapat mengambil tindakan antara lain: (a). menghadirkan pihak lain sebagai narasumber atau sebagai  tenaga ahli untuk mendukung kelancaran proses mediasi, (b). menangguhkan proses mediasi sementara dengan tidak melampaui batas waktu proses mediasi; atau (c) menghentikan proses mediasi.

Dalam hal nasabah dan bank berinisiatif untuk menghadirkan narasumber atau tenaga ahli, maka yang menanggung biaya narasumber dan tenaga ahli tersebut adalah kedua pihak itu sendiri. Mediator dalam hal ini hanya berfungsi untuk membantu mencarikan nara sumber atau tenaga ahli apabila diperlukan. Proses mediasi dinyatakan berakhir apabila:, Tercapainya kesepakatan; Berakhirnya jangka waktu mediasi;  terjadinya kebuntuan yang mengakibatkan dihentikannya proses mediasi;  Nasabah menyatakan mengundurkan diri dari proses mediasi; atau salah satu pihak tidak mentaati perjanjian mediasi (agreement to mediate). Apabila terjadi kesepakatan dalam proses mediasi tersebut, Pasal 12 menyebutkan bahwa: “Kesepakatan antara nasabah atau perwakilan nasabah dengan bank yang dihasilkan dari proses mediasi dituangkan dalam Akta Kesepakatan yang ditandatangani oleh nasabah atau perwakilan nasabah dan bank”. Sehingga dengan ditandatanganinya Akta  esepakatan maka tahapan mediasi berakhir. Akta Kesepakatan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank. Yang dimaksud final adalah  sengketa tersebut tidak dapat diajukan untuk dilakukan proses mediasi ulang pada pelaksanaan fungsi mediasi perbankan. Sedangkan yang dimaksud dengan mengikat adalah kesepakatan berlaku sebagai undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam hal tidak terjadi kesepakatan dalam proses mediasi perbankan ini, maka nasabah  dapat mengajukan permasalahannya dengan bank melalui pengadilan atau lembaga arbitrase.

 

Tahap Hasil Mediasi:

Akta kesepakatan yang ditandatangani oleh nasabah dan bank sudah mempunyai kekuatan mengikat para pihak dan bersifat final. Pasal 13 menjelaskan bahwa bank wajib melaksanakan hasil penyelesaian sengketa perbankan yang telah disepakati dan dituangkan dalam Akta Kesepakatan. Akta kesepakatan tersebut merupakan hasil musyawarah yang panjang antara bank dan nasabah sehingga didapatkan keputusan win-win solutin bagi para pihak.


BAB IV

KESIMPULAN  DAN SARAN

 

A.  KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1.      Mediasi sebagai salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Kecenderungan yang terjadi dalam masyarakat saat ini terlihat bahwa mediasi sudah menjadi media masyarakat untuk menyelesaikan masalah atau sengketa yang dialaminya. Hal ini dapat diketahui dengan banyak berdirinya lembagalembaga yang menyediakan jasa mediasi, misalnya BANI dll.

2.      Mekanisme penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank pada Kantor Bank  Indonesia Padang ditempuh melalui dua tahap. Pertama, bank wajib menyelesaikan terlebih dahulu sengketa dengan nasabahnya sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Kedua, apabila sengketa belum dapat diselesaikan dengan baik, nasabah bank dapat mengajukan permohonan penyelesaian sengketa melalui mediasi sesuai PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan.

3.      Fungsi mediasi perbankan yang dilaksanakan pada Kantor Bank Indonesia hanya terbatas pada penyediaan tempat, membantu nasabah dan bank untuk mengemukakan pokok permasalahan yang menjadi sengketa, penyediaan nara sumber, dan mengupayakan tercapainya kesepakatan penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank.

 

B.    SARAN

1.             Nasabah bank diharapkan mempunyai wawasan / memahami peraturan perundang-undangan tentang Perbankan.

2.             Diharapkan Kantor Bank Indonesia untuk terus mengadakan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan Bank mengenai penyelesaian sengketa dengan mediasi perbankan, sehingga pelaksanaan mediasi perbankan tersebut bermanfaat bagi perlindungan nasabah dan demi terpeliharanya reputasi bank.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

·         Didik J. Rachbini, Suwidi Tono, 2000, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, PT. Mardi Mulyo, Jakarta.

·         Bintang Sanusi, Dahlan, 2000, Pokok-pokok Hukum ekonomi Dan Bisnis, PT. Citra aditya Bakti, Bandung.

·         Imaniyati Sri Neni, Syawali Husni, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung.

·         Widjaja Gunawan, 2001, Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

·         Rachmadi Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, P.T Gramedia Pustaka Utama , Jakarta.

·         Fuady Munir, 2002, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek Buku kesatu, PT. Citra aditya Bakti, Bandung.

·         Syarif Arbi, 2003, Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Nonbank, Djambatan, Jakarta.

·         Sudiarto, Zaeni Asyhadie, 2004, Mengenal Arbitrase Salah Satu Alternatif

·         Penyelesaian Sengketa Bisnis, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

·         Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

·         Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

·         Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.

·         Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.

·         Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan

·         Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan.

 

 

 

No comments:

Post a Comment