MEDIASI
PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF
PENYELESAIAN
SENGKETA DI LUAR PENGADILAN
(Orinton
Purba)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan
bank dalam perekonomian modern sudah menjadi kebutuhan yang sulit dihindari,
karena bank sudah menyentuh kebutuhan setiap orang dan seluruh lapisan
masyarakat. Kalau dahulu masyarakat masih dapat menyimpan uang di bawah bantal
atau dalam sebuah celengan yang terbuat dari gerabah, saat ini masyarakat akan
lebih senang menyimpan uang di bank, karena uang tersebut dapat menghasilkan
bunga dan lebih aman. Sementara itu, masyarakat yang membutuhkan dana akan
lebih mudah datang ke bank daripada mencari orang yang dapat dan mau meminjamkan
dana kepada yang memerlukan. Bank sebagai
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan
menjalankan usahanya terutama dari
dana masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat. Selain itu,
bank juga memberikan jasajasa keuangan dan pembayaran lainnya. Dengan demikian
ada dua peranan penting yang dimainkan oleh bank yaitu sebagai lembaga
penyimpan dana masyarakat dan sebagai lembaga penyedia dana bagi masyarakat dan
atau Dunia usaha.
Sektor
perbankan memiliki peranan yang sangat vital, antara lain sebagai pengatur urat
nadi perekonomian nasional. Lancarnya aliran uang sangat diperlukan untuk
mendukung kegiatan ekonomi. Dengan demikian, kondisi sektor perbankan yang
sehat dan kuat penting menjadi sasaran akhir dari kebijakan di sektor
perbankan. Peran sektor perbankan dalam pembangunan juga dapat dilihat pada
fungsinya sebagai alat transmisi kebijakan moneter. Disamping itu, perbankan
merupakan alat yang sangat vital dalam penyelenggarakan
transaksi pembayaran, baik nasional maupun internasional. Mengingat pentingnya fungsi itu, maka upaya
menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menjadi bagian yang sangat
penting untuk dilakukan. Dalam dunia
perbankan, nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan. Kedudukan
nasabah dalam hubungannya dengan pelayanan jasa perbankan, berada pada dua
posisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana mereka berada. lihat dari
sisi pengerahan dana, nasabah yang menyimpan dananya pada bank baik sebagai
penabung deposan, maupun pembeli surat berharga, maka pada saat itu nasabah
berkedudukan sebagai kreditur bank.
Sedangkan pada sisi penyaluran
dana, nasabah peminjam berkedudukan sebagai debitur dan bank sebagai kreditur.
Dari semua kedudukan tersebut, pada dasarnya nasabah merupakan konsumen dari
pelaku usaha yang menyediakan jasa di sector usaha perbankan.
Seiring
dengan pertumbuhan dunia usaha dan kebutuhan masyarakat akan produk serta jasa
bank, bisnis perbankan kini kian kompleks. Kompleksitas bisnis bank dapat
dilihat baik dari sisi produk dan layanan maupun dari jaringan usaha dengan
lembaga yang dibangun bank guna memperkuat daya tarik produk dan layanan bank
yang bersangkutan. Kita dapat merasakan bahwa setiap bank melakukan penambahan
outlet, fitur dan benefit produk banknya. Bekerjasama dengan beberapa lembaga non bank, dengan
beberapa mitra usaha seperti Telkom, Telkomsel, PLN, Indovision/Cable Vision
dan sebagainya. Upaya pengembangan fitur produk, layanan maupun jaringan usaha
yang dilakukan setiap bank, akan menambah jumlah interaksi nasabah dengan bank.
Semakin banyaknya interaksi bisnis antara nasabah dengan bank, maka semakin
banyak pula peluang terjadinya keluhan, pengaduan bahkan sengketa finansial
antara nasabah dengan bank.
Pada laporan yang terkait dengan
sengketa antara nasabah dan perbankan, BI mencatat adanya kenaikan pengaduan ke
BI. Dibandingkan dengan data 2006, data hingga Februari 2008 terjadi
peningkatan pengaduan ke BI sebesar 280%. Pengaduan terkait penyaluran dana
menurut data BI meningkat 441% yang sebagian
besar terkait dengan kredit konsumsi.
Sejak
diberlakukannya PBI mediasi perbankan, BI telah menerima laporan sebanyak 262
kasus, dan 222 kasus telah diselesaikan. Sedangkan 40 kasus masih dalam proses. Hal ini berawal dengan terjadinya komplain yang diajukan
nasabah kepada bank karena merasa dirugikan secara finansial. Upaya yang
dilakukan nasabah antara lain dengan datang langsung ke bank, menelpon pada
call center bank yang bersangkutan, menulis di media cetak misalnya pada surat
pembaca, atau menyampaikan keluhan secara tertulis langsung kepada bank. Di
sisi lain terkadang ada bank yang kurang memperhatikan pengaduan nasabah, atau
bahkan mengabaikannya.Sengketa finansial dapat terselesaikan dengan beberapa cara. Disamping melalui cara litigasi, juga dapat dilakukan dengan cara mediasi. Cara ligitasi sebagaimana praktek selama ini, disamping memiliki kelebihan juga dapat kekurangan, antara lain mengenai proses, biaya dan waktu. Untuk menutup kekurangan cara litigasi inilah muncul cara mediasi yang selama ini terbukti produktif dalam menyelesaikan sengketa finansial antara nasabah dengan bank.
Sedangkan dari peraturan perundang-undangan di bidang perbankan ketentuan yang memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank selaku konsumen antara lain adalah dengan diintrodusirnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yaitu sebagai badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah Penyimpan, melalui skim asuransi, dana penyangga, atau skim lainnya. Di tingkat teknis payung hukum yang melindungi nasabah antara lain adanya pengaturan mengenai penyelesaian pengaduan nasabah dan mediasi perbankan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI).
Mengingat
penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank yang diatur dalam PBI Nomor
7/7/PBI/2005 tertanggal 20 Januari 2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah
tidak selalu dapat memuaskan nasabah dan apabila tidak segera ditangani dapat
mempengaruhi reputasi bank, mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga
perbankan dan merugikan hak-hak nasabah, maka perlu dibentuk lembaga Mediasi
yang khusus menangani sengketa perbankan. Ada dua masalah dominan yang sering
dikeluhkan konsumen jasa perbankan. Pertama, pengaduan soal produk
perbankan, seperti ATM (Automatic Teller Machine), Kartu Kredit, dan
aneka ragam jenis tabungan, termasuk keluhan produk perbankan terkait dengan
janji hadiah dan iklan produk perbankan. Kedua, pengaduan soal cara
kerja petugas yang tidak simpatik dan kurang profesional khususnya petugas service
point, seperti teller, customer service, dan satpam. Berdasarkan
uraian di atas, paper ini diberikan judul “Mediasi Perbankan Sebagai
Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan”
B. Rumusan Masalah
Untuk memperjelas agar
permasalahan yang ada nantinya dapat dibahas lebih terarah dan sesuai dengan
sasaran yang di harapkan maka penting bagi penulis dalam menyusun suatu
perumusam masalah. Adapun perumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana teori mengenai Mediasi?
2.
Bagaimanakah proses mediasi dalam penyelesaian sengketa Perbankan?
BAB
II
TINJAUAN
TEORI MEDIASI
A. Pengertian mediasi
Menurut
pendapat Moore C.W dalam naskah akademis mediasi, mediasi adalah interensi
terhadap suatu sengketa atau negoisasi oleh pihak ketiga yang dapat diterima,
tidak mempunyai kewenangan untuk
mengambil keputusan dalam memantu para pihak yang berselisih dalam upaya
mencari kesepakatan secara sukarela dalam menyelesaikan permasalahan yang
disengketakan. Mediasi adalah upaya para pihak yang bersengketa untuk
menyelesaikan sengketa melalui perundingan dengan bantuan pihak lain yang
netral. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan
untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu mediator. Kesimpulan
mediasi apabila diuraikan mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
(a)
Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan asas
kesukarelaan melalui suatu perundingan.
(b)
Mediator yang terlibat bertugas membantu para pihak yang bersengketa
untuk mencari penyelesaian,
(c)
Mediator yang terlibat harus diterima oleh para pihak yang bersengketa.
(d)
Mediator tidak boleh memberi kewenangan untuk mengambil keputusan selama
perundingan berlangsung.
(e)
Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau mnghasilkan kesimpulan yang
dapat diterima dari pihak-pihak yang bersengketa .
Prinsip-prinip mediasi yang
digunakan pada daarnya adalah sebagai berikut:
a) Kewajiban partisipasi seluruh
pihak dalam prose mediasi.
b) Upaya maksimal untuk mencapai
mufakat.
c) Penggunaan pendekatan
rekturisasi dengan pola best commerciaal practice.
d) Menghormati hak-hak para pihak
yang terkait.
Dari
penjelasan diatas dapat dijelaskan tentang karakteristik dari prinsip dalam
suatu mediasi yaitu:
a) Accessible
Setiap orang yang membutuhkan
dapat menggunakan mediasi, tidak ada suatu prosedur yang kaku dalam kaitannya
dengan karakteristik antara mediasi yang satu dengan yang lainnya.
b) Voluntary
Setiap orang yang mengambil bagian
dalam proses mediasi harus sepakat dan dapat memutuskan setiap saat apabila ia menginginkan
mereka tidak dapat memaksa untuk dapat
menerima suatu hasil mediasi
apabila dia meras hasil mediasi tidak menguntungkan atau memuaskan dirinya.
c) Confidential
Para pihak ingin merasa bebas
untuk menyatakan apa saja dan menjadi terbuka untuk kepentingan mediasi.
d) Fasilitative: Mediasi merupakan
kreatifitas dan pendekatan pemecahan masalah terhadap persoalan yang dihadapi
dan bergantung pada mediator untuk membantu para pihak mencapai kesepakatan dengan
tetap dan tidak dapat memihak.
c) Dasar hukum mediasi
Dasar hukum mediasi adalah Undang-Undang
No.4 Tahun 2004 pasal 16 ayat (2) tentang kekusaan kehakiman yang berbunyi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara
perdata dengan cara perdamaian. Undang-Undang No 30 Tahun 1990 tentang
arbitrese dan alternative penyelesaian sengketa, yang lebih mempertegas
keberadaan lembaga mediasi sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Menurut
ketentuan dari peraturan Mahkamah Agung bahwa setelah dilakukan evaluasi
terhadap pelaksanaan prosedur mediasi di Pengadilan berdasarkan Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2 Tahun 2003 ternyata ditemukan beberapa permasalahan
yang bersumber dari Peraturan Mahkamah Agung Tersebut, sehingga Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2 Tahun 2003 direvisi dengan maksud untuk
lebih mendayagunakan mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan.
Sehingga Peraturan Mahkamah agung No 2 Tahun 2003 diubah menjadi Peraturan
Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan (Perma No
1 Tahun 2008).
d) Tujuan mediasi
Mediasi mempunyai suatu
tujuan-tujuan. Adapun tujuan dari mediasi adalah sebagai berikut:
a) Mencapai atau menghasilkn
kesepakatan yang dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa guna
mengakhiri sengketa.
b) Merupakan sebuah proses
penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan atau negosiasi.
c) Mediasi lazimnya terjadi
setelah para pihak yang bersengketa melakukan negosiasi (dan gagal mencapai
kesepakatan). Karena itu sering dinyatakan bahan mediasi adalah merupakan suatu
negosiasi dengan melibatkan pihak ketiga yang memiliki pengetahuan tentang
prosedur negosiasi yang efektif dan berfungsi membantu para pihak yang
bersengketa mengkoordinasikan negoisinya agar berjalan efektif dan
efisien.Tujuan mediasi dalam hal ini dibagi menjadi dua bagian yaitu tujuan
utama dan tujuan tambahan.Yang dimaksud dengan tujuan utama yaitu membantu
mencarikan jalan keluar atau alternative penyelesaian atas sengketa yang timbul
diantara para pihak yang disepakati dan dapat diterima oleh para pihak yang
bersengketa.
Dengan
demikian proses negosiasi adalah proses yang forward looking dan bukan backward looking. Yang hendak dicapai bukanlah
mencari kebenaran dan atau dasar hukum yang diterapkan namun kepada
penyelesaian masalah.” the goal is not truth finding
or low imposing but problem
solving”(Lovenheim,
1996: 1.4). Sedangkan untuk tujuan tambahan disini yaitu dengan melalui proses
mediasi diharapkan dapat dicapai terjalinnya
komunikasi yang lebih baik
diantara para pihak yang bersengketa dan menjadikan para pihak yang bersengketa
dapat mendengar, memahami alasan atau penjelasan atau argumentasi yang menjadi dasar
atau pertimbangan pihak lain. Dengan adanya pertemuan tatap muka, diharapkan
dapat mengurangi rasa marah atau bermusuhan antara pihak-pihak yang satu dengan
yang lainnya”.
B. Proses Mediasi
Proses mediasi dalam hal ini dibagi
menjadi dua tahap yaitu pra mediasi dan tahap mediasi, yang mana sudah diatur
dalam PERMA No 1 Tahun 2008 yaitu :
a. Tahap pra Mediasi
Pada hari sidang yang telah
ditentukan yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak
untuk melakukan mediasi. Kehadiran dari pihak turut
Tegugat tidak menghalangi
pelaksanaan mediasi, sehingga hakim melalui kuasa hukum atau langsung kepada
para pihak mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif dalam proses
mediasi.kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri
berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. hakim wajib menunda proses
persidangan perkara untuk
memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh mediasi dan hakim wajib
menjelaskan
b. Tahap Mediasi
Ketika para pihak sepakat untuk
melakukan proses mediasi, yang mana para pihak berkehendak untuk mencapai kesepakatan
penyelesaian atas sengketanya. Mediasi akan
berjalan dengan kondisi-kondisi
sebagai berikut :
(1)
Mediator adalah seorang fasilitator yang akan membantu para pihak untuk
mencapai kesepakatan yang dikehendaki oleh para pihak.
(2)
Mediator tidak memberi nasehat atau pendapat hukum.
(3)
Para pihak yang bersengketa dapat meminta pendapat par ahli baik dari
sisi hukum lainnya selama proses mediasi berlangsung.
(4)
Mediator tidak dapat bertindak sebagai penasehat hukum terhadap salah
satu pihak dalam kasus yang sama ataupun yang berhubungan dan ia juga tidak
dapat bertindak sebagai arbiter atau kasus yang sama.
(5)
Para pihak paham agar proses mediasi dapat berjalan dengan baik maka
diperlukan proses komunikasi yang terbuka dan jujur, selanjutnya segala bentuk
negosiasi dan pernyataan baik tertulis maupun lisan yang dibuat dalam proses
mediasi akan diperlukan sebagai informasi yang bersifat tertutup dan rahasia.
C. Pengertian mediator
Pengertian
Mediator menurut Muchammad Zainudin adalah pihak ketiga yang terlibat dalam
suatu proses negosiasi atas permintaan para pihak secara sukarela dan harus
bersikap netral . Menurut Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 mediator
adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna
mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara
memutus atau menyelesaikan sebuah penyelesaian (PERMA NO 1 TAHUN 2008).
2) Fungsi mediator
Mediator sebagai penengah dalam
suatu proses mediasi mempunyai fungsi tersendiri sebagai seorang mediator.
Fungsi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a) Memperbaiki kelanaan komunikasi
antara para pihak yang biasanya ada hambatan dan sekat-sekat pikologis.
b) Mendorong terciptanya suasana
yang kondusif untuk memulai negosiasi yang fair.
c) Secara tidak langsung mendidik
para pihak atau member wawasan tentang proses dan substansi negosiasi yang
sedang berlangsung.
d) Mengklarifikasi masalah-masalah
substansial dan kepentingan masing-masing para pihak.
3) Posisi mediator
Sebagai seorang mediator haruslah
memiliki posisi, dalam hal ini khususnya dalam menangani kasus mediasi. Adapun
posisi mediator dalam hal ini adalh sebagai berikut :
a) Mediator tidak boleh melakukan
penilaian tentang siapa yang benar dan siapa yang salah diantara para pihak
yang sedang berselisih atau bersengketa.
b) Mediator adalah pihak netral
yang membantu para phak dalam proses negosiasi guna mencari erbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian.
c) Mediator tidak boleh mengambil
suatu keputusan atas persengketan atau konflik yang sedang berlansung antar
para pihak.
d) Mediaor hanya berposisi sebagai
fasilitator yang mempelancar jalnnya suatu proses negoisasi yang berlangsung
antara para pihak atau para negosiator yang mewakili kepentingan para pihak .
4) Peran mediator dalam proses
mediasi
Berbagai peran mediator dalam
proses mediasi secara deskripsi meliputi:
a) Mengontrol proses dan
menegaskan aturan dasar.
b) Mempertahankan struktur dan
momentum dalam negosiasi
c) Menumbuhkan dan mempertahankan
kepercayaan diantara para pihak.
d) Menerangkan proses dan mendidik
para pihak dalam komunikasi yang baik.
e) Menguatkan suasana komunikasi.
f) Membantu para pihak untuk
menghadap situasi dan keanyataan.
g) Memfasilitas creatif
problem-solving diantara para pihak.
h) Mengakhiri
proses bilamana sudah tidak lagi produktif.
Berkaitan
dengan fungsi dan peran mediator yang sangat penting dalam proses mediasi di
Pengadilan Negeri, Mahkamah Agung diharapkan dapat segera mengadakan
pelatihan-pelatihan untuk para hakim di Pengadilan Negeri di daerah-daerah, sehingga
para hakim yang menjadi moderator mendapat wawasan yang cukup untuk untuk
melaksanakan mediasi, para hakim mediator diharapkan untuk mempelajari lebih
dalam mengenai mediasi. Mengingat waktu yang digunakan untuk mediai dengan
moderator dari dalam pengadilan hanya 22 hari, maka diharapkan para hakim
mediator dapat menyusun strategi yang tepat sehingga lebih bias memanfaatkan waktu
dengan baik.
Dalam
proses sebuah mediasi, mediator menjalankan peran untuk menengahi para pihak
yang bersengketa. Peran ini diwujudkan melalui tugas mediator yang secara aktif
membantu para pihak dalam memberi pemahamannya yang benar tentang sengketa yang
mereka hadapi dan memberikan alternative, solusi yang terbaik bagi penyelesaian
sengketa yang harus dipatuhi. Prinsip ini kemudian menuntut mediator adalah
orang yang memiliki pengetahuan yang cukup luasa tentang bidang-bidang terkait
yang di persengketakan oleh para pihak. Selain itu peran mediator adalah
membantu para pihak untuk mencapai kesepakatan, antara lain dengan cara
penyampaian saransaran substantif tentang pokok sengketa. Menurut pendapat dari
Gary Goodspaster dalam bukunya ”Panduan Negosiasi dan Mediasi” menyimpulkan
peran penting mediator adalah :
a) Melakukan diagnosa konlik
b) Indentifikasi
masalah serta kepentingan-kepentingan kritis
c) Menyusun agenda
d) Mempelancar dan mengendalikan
komunikasi
e) Mengajar para pihak dalam
proses dan keterampilan tawarmenawar
f) Membantu para pihak
mengumpulkan informasi penting
g) Penyelesaian masalah untuk
menciptakan pilihan-pilihan
h) Diagnosis sengketa untuk
memudahkan penyelesian.
BAB III
PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN MELALUI
MEDIASI
A.
Landasan
Hukum
Penyelesaian sengketa
bertujuan untuk mencapai kesepakatan damai antara pihak yang bersengketa.
Terdapat banyak cara yang dapat digunakan dalam mencapai perdamaian tersebut,
tetapi dalam prakteknya sering ditemui hambatan, mulai dari proses hingga pengambilkeputusan
dalam penyelesaian sengketa tersebut. Begitu pula dengan sengketa antara
nasabah dengan bank, sehingga Bank Indonesia menyadari perlu adanya langkah
terobosan agar sengketa tersebut dapat diselesaikan secara sederhana, cepat dan
murah. Berbekal semangat yang tertuang dalam API tentang pemberdayaan nasabah,
Bank Indonesia menyadari bahwa hasil penyelesaian pengaduan nasabah tidak
selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan ini dapat menimbulkan sengketa
bila tidak dicari
solusinya sehingga nasabah menjadi jera dan
tidak mau menjadi nasabah pada bank tersebut. Pada akhirnya kondisi ini akan menimbulkan
citra negatif terhadap bank tersebut dan akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
perbankan secara
keseluruhan.
Berbagai cara
penyelesaian sengketa dapat dilakukan seperti melalui negosiasi, arbitrase dan
lain-lain seperti yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999 atau dapat juga
melalui pengadilan. Tapi sulitnya penyelesaian sengketa melalui pengadilan
ataupun arbitrase yang membutuhkan waktu yang panjang dan prosesnya yang
berbelit-belit, sehingga Bank Indonesia mengupayakan suatu penyelesaian
sengketa yang dapat dilaksanakan dengan proses sederhana, murah dan cepat melalui
lembaga mediasi perbankan. Tujuan dari pembentukan lembaga mediasi perbankan
ini adalah agar hak-hak nasabah sebagai pemakai jasa perbankan dapat terpenuhi
dengan baik. Diharapkan dengan adanya Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini akan
tercipta iklim perbankan yang semakin kondusif.
Pelaksanaan mediasi
perbankan di Indonesia didasarkan atas adanya banyak keluhan masyarakat dan
ketidakpuasan atas pelayanan dari bank. Bank adalah lembaga keuangan yang
bergantung pada kepercayaan masyarakat, sehingga ketidakpuasan masyarakat bias menimbulkan
efek buruk terhadap citra bank dan kredibilitas bank tersebut. Apabila citra
bank sudah dicap tidak bagus oleh masyarakat, maka akan mengganggu kredibilitas
bank tersebut sehingga masyarakat sebagai nasabah bank bisa tidak menyalurkan
uangnya ke bank itu lagi. Mediasi perbankan adalah cara yang diambil oleh
nasabah apabila pengaduannya tidak mendapatkan tanggapan yang positif dari pihak
bank, dan belum mendapatkan solusi terbaik bagi permasalahannya. Sebagai
langkah pertama dari penyelesaian sengketa, terlebih dahulu keluhan dari
nasabah itu harus bisa dilaporkan ke bank yang bersangkutan untuk diproses
melalui mekanisme pengaduan nasabah yang ada di setiap bank. Bank indonesia
mengatur tentang pengaduan nasabah ini dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/7/PBI/2005.
Apabila melalui mekanisme
penyelesaian pengaduan nasabah ini tidak membawa hasil positif atau dengan kata
lain nasabah tidak puas maka bisa dilakukan proses lainnya. Antara lain proses
yang bisa ditempuh oleh nasabah adalah melalui pengadilan atau mediasi
perbankan. Biasanya nasabah cenderung melakukan mediasi perbankan karena biayanya
murah dan proses penyelesaian yang relatif cepat. Selain itu syarat dari proses
mediasi perbankan itu sendiri bahwa sengketa keperdataan yang dapat diajukan ke
mediasi perbankan mempunyai limit tuntutan finansial dibawah 500 juta rupiah,
sehingga cara mediasi ini sangat membantu nasabah kecil.
Yang dimaksud dengan
mediasi perbankan adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator
untuk membantu para pihak yang
bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela
terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Bantuan yang
diberikan dilakukan dengan cara memfasilitasi penyelesaian sengketa dengan cara
memanggil, mempertemukan, mendengar serta memotivasi nasabah dan bank untuk mencapai
kesepakatan tanpa memberikan rekomendasi ataupun putusan.
B.
Tatacara Mediasi Perbankan
Tahap Pra-Mediasi:
Tahap awal dari proses
mediasi perbankan dimulai dengan nasabah atau perwakilan nasabah mengajukan
penyelesaian sengketa kepada Bank Indonesia sesuai dengan pasal 7 ayat (1) yang
berbunyi: ”Pengajuan penyelesaian Sengketa dalam rangka Mediasi Perbankan
dilakukan oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah”. Pengajuan penyelesaian
sengketa ini selalu berasal dari pihak nasabah dan bukan pihak bank. Hal ini
dikarenakan nasabah adalah sebagai “konsumen” dari produk-produk atau jasa dari
bank, sehingga yang sering terjadi adalah nasabah merasa tidak puas dengan
pelayanan dan produk dari bank. Dalam hal pengaduan ke bank atas ketidakpuasan
nasabah, posisi nasabah berada dalam posisi yang tidak seimbang. Nasabah berada
pada posisi penerima keputusan atas penyelesaian pengaduan nasabah yang
dilakukan oleh bank.
Untuk dapat mengajukan
suatu sengketa melalui mediasi perbankan ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi oleh nasabah antara lain, pertama, nasabah harus mengajukan secara tertulis keinginan untuk melakukan
penyelesaian sengketa melalui
mediasi dengan cara mengisi Formulir Pengajuan
Penyelesaian Sengketa yang tersedia pada bank-bank terdekat. Formulir ini ditujukan
kepada Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan (DIMP), Bank Indonesia
disertai tembusan yang disampaikan kepada bank yang bersangkutan. Kedua, sengketa yang diajukan haruslah merupakan sengketa
keperdataan. Ketiga, sebelum mengajukan penyelesaian sengketa
melalui mediasi, nasabah harus terlebih dahulu menyelesaikan permasalahannya
dengan bank yang bersangkutan melalui proses pengaduan nasabah. Upaya pengajuan
penyelesaian kepada bank dibuktikan dengan bukti penerimaan pengaduan dan atau
surat hasil penyelesaian
pengaduan yang
dikeluarkan bank.
Hal-hal yang harus
diperhatikan menyangkut persyaratan pengajuan sengketa diatur secara lengkap
dalam pasal 8 yaitu : Pengajuan penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud
dalam pasal 7 ayat (1) wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Diajukan secara
tertulis dengan disertai disertai dokumen pendukung yang memadai;
- Pernah diajukan
upaya penyelesaiannya oleh nasabah kepada bank;
- Sengketa yang
diajukan tidak sedang dalam proses atau belum pernah diputus oleh lembaga
arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat kesepakatan yang
difasilitasi
- oleh lembaga mediasi
lainnya;
- Sengketa yang
diajukan merupakan sengketa keperdataan;
- Sengketa yang
diajukan belum pernah diproses dalam mediasi perbankan yang difasilitasi
oleh Bank Indonesia;
- Pengajuan
penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 (enam puluh) hari sejak tanggal
surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank kepada nasabah.
Adapun dokumen yang harus disertakan pada saat
mengajukan penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan sesuai dengan pasal
8 adalah sebagai berikut :
- Fotokopi surat hasil
penyelesaian pengaduan yang diberikan bank kepada nasabah.
- Fotokopi bukti
identitas yang masih berlaku.
- Surat pernyataan
yang ditandatangani di atas materai yang cukup bahwa sengketa yang
diajukan tidak sedang dalam proses atau telah mendapatkan keputusan dari
lembaga
- arbitrase,
peradilan, atau lembaga mediasi lainnya dan belum pernah diproses dalam
mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia.
- Fotokopi dokumen
pendukung yang terkait dengan sengketa yang diajukan.
- Fotokopi surat
kuasa, dalam hal pengajuan penyelesaian sengketa dikuasakan.
- Dokumen pendukung
adalah surat-surat yang berhubungan dengan permasalahan atau sengketa dan
dapat dipakai sebagai bukti pendukung dalam rangka penyelesaian sengketa.
Yang dimaksud dengan dokumen pendukung antara lain adalah bukti transaksi
keuangan yang dilakukan Nasabah.
Batas waktu untuk pengajuan penyelesaian
sengketa yang diatur dalam pasal 8 adalah tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kerja,
yang dihitung sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan nasabah
disampaikan oleh bank kepada nasabah sampai dengan tanggal diterimanya
pengajuan penyelesaian sengketa oleh pelaksana fungsi mediasi perbankan secara
langsung dari nasabah atau tanggal stempel pos apabila disampaikan melalui pos.
Selanjutnya, setelah Bank
Indonesia sebagai pelaksana fungsi mediasi perbankan menerima pengajuan
penyelesaian sengketa oleh nasabah kemudian Bank Indonesia memanggil bank yang
bersangkutan untuk melakukan klarifikasi mengenai pokok permasalahan yang
dilaporkan oleh nasabah. Hal ini sesuai dengan pasal 7 ayat (1) yaitu : “Dalam
hal nasabah atau perwakilan nasabah mengajukan penyelesaian kepada Bank
Indonesia, Bank wajib memenuhi panggilan Bank Indonesia”. Tujuan dari pemanggilan
ini adalah untuk meminta informasi mengenai permasalahan yang diajukan oleh
nasabah dan upaya-upaya penyelesaian sengketa apa saja yang dilakukan oleh
bank. Setelah mengetahui pokok permasalahan dan tidak ada titik temu dalam proses
pengaduan nasabah tersebut, kemudian Bank Indonesia memanggil kedua belah pihak
untuk menjelaskan tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan.
Apabila kedua belah pihak sepakat menggunakan mediasi perbankan sebagai upaya
penyelesaian sengketa, maka kedua pihak wajib menandatangani perjanjian mediasi
(agreement to
mediate). Adapun isi dari
perjanjian mediasi ini disebutkan dalam Pasal 9 ayat (1) yaitu: proses mediasi
dilaksanakan setelah nasabah atau perwakilan nasabah dan bank menandatangani
perjanjian mediasi yang memuat:
a.
Kesepakatan untuk memilih
mediasi sebagai alternative penyelesaian sengketa; dan
b.
Persetujuan untuk patuh
dan tunduk pada aturan mediasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Kemudian dalam hal perjanjian Mediasi telah ditandatangani,
maka bank dan nasabah atau perwakilan nasabah wajib untuk mengikuti dan
mentaati perjanjian tersebut (pasal 9 ayat (2)). Apabila dalam prakteknya
nasabah atau bank tidak mempunyai cukup waktu untuk mengikuti proses mediasi
dari awal sampai akhir karena berbagai alasan, maka mereka boleh untuk menunjuk
seseorang untuk menggantikan posisinya melalui suatu surat kuasa khusus. Dengan
adanya surat kuasa khusus tersebut, maka perwakilan nasabah atau perwakilan
bank yang telah ditunjuk akan mempunyai hak untuk mengambil keputusan
dalam proses mediasi yang akan berjalan.
Penunjukan perwakilan nasabah atau perwakilan bank dengan komitmen penuh dimaksudkan
agar proses mediasi dapat berjalan dengan lancer dan cepat, sesuai dengan
tujuan awal mediasi. Hal ini sesuai dengan pasal 10 ayat (1) yang menyatakan
bahwa nasabah dan bank dapat memberikan kuasa kepada pihak lain dalam proses mediasi. Sedangkan ayat (2) berbunyi:
“Pemberian kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan surat kuasa
khusus yang paling sedikit mencantumkan kewenangan penerima kuasa untuk
mengambil keputusan.
Untuk dapat melaksanakan
fungsi mediasi, maka Bank Indonesia menunjuk seorang mediator (pasal 5 ayat
(1)). Mediator yang ditunjuk oleh Bank Indonesia adalah pegawai di lingkungan Bank
Indonesia sendiri yang berpengalaman dalam menangani mediasi perbankan sesuai
dengan syarat yang ditetapkan oleh PBI ini. Adapun pasal 5 ayat (2) mengatur
syarat-syarat yang harus dimiliki oleh mediator yaitu:
a.
memiliki pengetahuan di
bidang perbankan, keuangan, dan atau hukum;
b.
Tidak mempunyai
kepentingan finansial atau kepentingan lain atas penyelesaian sengketa; dan
c.
Tidak memiliki hubungan
sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan nasabah atau perwakilan
nasabah dan bank.
Meskipun yang ditangani adalah sengketa
perdata antara bank dengan nasabah, tetapi mediator yang ditunjuk oleh Bank Indonesia
haruslah orang yang mempunyai integritas dan dijamin independensinya. Selain
itu, karena mediator dituntut untuk dapat bersikap netral dan tidak memihak
terhadap kedua belah pihak, sehingga mediator tidak diperkenankan memberikan
rekomendasi dan keputusan atas penyelesaian sengketa kepada nasabah bank. Dalam
hal proses mediasi yang akan dilaksanakan, para
pihak tidak dapat meminta pendapat hukum atau
jasa konsultasi hukum kepada mediator, sehingga kesepakatan yang dihasilkan dari
proses mediasi tersebut merupakan kesepakatan sukarela antara nasabah dan bank
dan bukan rekomendasi dari mediator.
Selanjutnya, nasabah ataupun bank dengan
alasan apapun tidak dapat mengajukan tuntutan hukum terhadap mediator, pegawai maupun
Bank Indonesia sebagai fungsi Mediasi Perbankan, baik atas kerugian yang
mungkin timbul karena pelaksanaan atau eksekusi Akta kesepakatan, maupun oleh
sebab-sebab lain yang terkait dengan pelaksanaan mediasi.
Tahap Mediasi:
Tahap mediasi dimulai
ketika para pihak sepakat untuk menggunakan mediasi perbankan sebagai
alternatif penyelesaian sengketa dan menandatangai Perjanjian Mediasi agreement to mediate). Dengan ditandatanganinya perjanjian mediasi ini maka para
pihak harus patuh dan taat terhadap aturan mediasi perbankan. Pelaksanaan
proses mediasi perbankan sampai dengan penandatangan Akta Kesepakatan
membutuhkan waktu yang
relatif singkat yaitu paling lama 30 (tiga
puluh hari kerja yang dimulai dari penandatanganan perjanjian mediasi (agreement to mediate). Selain itu, dengan kesepakatan para pihak
maka jangka waktu proses mediasi dapat diperpanjang sampai dengan 30 (tiga puluh)
hari kerja berikutnya (pasal 11 ayat (1) dan (2)). Perpanjangan waktu ini dapat
dilakukan apabila menurut penilaian mediator masih terdapat prospek untuk
tercapai kesepakatan sedangkan jangka waktu proses mediasi hamper berakhir.
Dalam mengikuti proses Mediasi sebagai
penyelesaian sengketa, maka nasabah dan bank bersedia untuk: pertama, melakukan
proses mediasi dengan itikad baik, kedua, bersikap
kooperatif dengan mediator selama proses
mediasi berlangsung, dan ketiga, menghadiri pertemuan mediasi sesuai dengan Tanggal
dan tempat yang telah disepakati. Hal ini bertujuan agar proses mediasi dapat berjalan
dengan lancar dan sesuai dengan waktu
yang telah disepakati bersama. Selain itu juga
demi tercapainya kesepakatan bersama maka nasabah dan bank wajib untuk menyampaikan
dan mengungkapkan informasi penting terkait dengan pokok sengketa dalam pelaksanaan
mediasi. Dan untuk menjaga kerahasiaan dari proses mediasi ini maka seluruh informasi
dari para pihak yang berkaitan dengan proses mediasi tidak dapat disebarluaskan
untuk kepentingan pihak lain diluar pihak-pihak yang terlibat dalam proses
mediasi ini yaitu nasabah, bank dan mediator.
Kemudian dalam hal proses
mediasi mengalami kebuntuan dalam upaya kesepakatan, baik untuk sebagian maupun
keseluruhan pokok sengketa dimana para pihak tidak ada yang mengalah, maka
mediator dapat mengambil tindakan antara lain: (a). menghadirkan pihak lain
sebagai narasumber atau sebagai tenaga
ahli untuk mendukung kelancaran proses mediasi, (b). menangguhkan proses
mediasi sementara dengan tidak melampaui batas waktu proses mediasi; atau (c) menghentikan
proses mediasi.
Dalam hal nasabah dan
bank berinisiatif untuk menghadirkan narasumber atau tenaga ahli, maka yang menanggung
biaya narasumber dan tenaga ahli tersebut adalah kedua pihak itu sendiri.
Mediator dalam hal ini hanya berfungsi untuk membantu mencarikan nara sumber
atau tenaga ahli apabila diperlukan. Proses mediasi dinyatakan berakhir
apabila:, Tercapainya kesepakatan; Berakhirnya jangka waktu mediasi; terjadinya kebuntuan yang mengakibatkan
dihentikannya proses mediasi; Nasabah
menyatakan mengundurkan diri dari proses mediasi; atau salah satu pihak tidak
mentaati perjanjian mediasi (agreement to mediate). Apabila terjadi kesepakatan dalam proses mediasi
tersebut, Pasal 12 menyebutkan bahwa: “Kesepakatan antara nasabah atau perwakilan
nasabah dengan bank yang dihasilkan dari proses mediasi dituangkan dalam Akta
Kesepakatan yang ditandatangani oleh nasabah atau perwakilan nasabah dan bank”.
Sehingga dengan ditandatanganinya Akta esepakatan
maka tahapan mediasi berakhir. Akta Kesepakatan yang ditandatangani oleh kedua
belah pihak bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank. Yang dimaksud
final adalah sengketa tersebut tidak
dapat diajukan untuk dilakukan proses mediasi ulang pada pelaksanaan fungsi
mediasi perbankan. Sedangkan yang dimaksud dengan mengikat adalah kesepakatan
berlaku sebagai undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus dilaksanakan
dengan itikad baik. Dalam hal tidak terjadi kesepakatan dalam proses mediasi perbankan
ini, maka nasabah dapat mengajukan
permasalahannya dengan bank melalui pengadilan atau lembaga arbitrase.
Tahap Hasil Mediasi:
Akta kesepakatan yang ditandatangani oleh
nasabah dan bank sudah mempunyai kekuatan mengikat para pihak dan bersifat
final. Pasal 13 menjelaskan bahwa bank wajib melaksanakan hasil penyelesaian
sengketa perbankan yang telah disepakati dan dituangkan dalam Akta Kesepakatan.
Akta kesepakatan tersebut merupakan hasil musyawarah yang panjang antara bank
dan nasabah sehingga didapatkan keputusan win-win solutin bagi para pihak.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan di atas maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Mediasi sebagai salah
satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan tersebut. Kecenderungan yang terjadi dalam masyarakat saat ini terlihat
bahwa mediasi sudah menjadi media masyarakat untuk menyelesaikan masalah atau
sengketa yang dialaminya. Hal ini dapat diketahui dengan banyak berdirinya
lembagalembaga yang menyediakan jasa mediasi, misalnya BANI dll.
2.
Mekanisme penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank pada Kantor Bank Indonesia Padang ditempuh melalui dua tahap.
Pertama, bank wajib menyelesaikan terlebih dahulu sengketa dengan nasabahnya
sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian
Pengaduan Nasabah. Kedua, apabila sengketa belum dapat diselesaikan dengan
baik, nasabah bank dapat mengajukan permohonan penyelesaian sengketa melalui
mediasi sesuai PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan.
3.
Fungsi mediasi perbankan yang dilaksanakan pada Kantor Bank Indonesia hanya
terbatas pada penyediaan tempat, membantu nasabah dan bank untuk mengemukakan
pokok permasalahan yang menjadi sengketa, penyediaan nara sumber, dan
mengupayakan tercapainya kesepakatan penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank.
B. SARAN
1.
Nasabah bank diharapkan mempunyai wawasan / memahami peraturan perundang-undangan
tentang Perbankan.
2.
Diharapkan Kantor Bank Indonesia untuk terus mengadakan sosialisasi dan
edukasi kepada masyarakat dan Bank mengenai penyelesaian sengketa dengan mediasi
perbankan, sehingga pelaksanaan mediasi perbankan tersebut bermanfaat bagi
perlindungan nasabah dan demi terpeliharanya reputasi bank.
DAFTAR PUSTAKA
·
Didik J. Rachbini, Suwidi Tono, 2000, Bank Indonesia Menuju
Independensi Bank Sentral, PT. Mardi Mulyo, Jakarta.
·
Bintang Sanusi, Dahlan, 2000, Pokok-pokok Hukum ekonomi Dan Bisnis,
PT. Citra aditya Bakti, Bandung.
·
Imaniyati Sri Neni, Syawali Husni, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen,
Mandar Maju, Bandung.
·
Widjaja Gunawan, 2001, Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
·
Rachmadi Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia,
P.T Gramedia Pustaka Utama , Jakarta.
·
Fuady Munir, 2002, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek Buku kesatu,
PT. Citra aditya Bakti, Bandung.
·
Syarif Arbi, 2003, Mengenal Bank dan Lembaga Keuangan Nonbank,
Djambatan, Jakarta.
·
Sudiarto, Zaeni Asyhadie, 2004, Mengenal Arbitrase Salah Satu
Alternatif
·
Penyelesaian Sengketa Bisnis, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
·
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor
7 tahun 1992 tentang Perbankan.
·
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
·
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi
Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.
·
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian
Pengaduan Nasabah.
·
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan atas
Peraturan
·
Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan.
No comments:
Post a Comment